wYDCW47if6cKleiypRwqUq9HZh2kI0aAhad9DlQd
Bookmark

Artefak Budaya: Kampung Adat Cikondang dari Perspektif Estetika Primordial

 

Oleh: Euis Karmila 

Sekilas Kampung Adat Cikondang 

sangitaharmoni.com -Kampung adat Cikondang adalah perkampungan atau  tempat adat yang mempunyai arsitektur  khas Sunda yang  dibangun sekitar  abad ke-16 yang didalamnya  terdapat artefak sunda yang masih  rawat oleh masyarakat Cikondang sebagai warisan budaya, dan bertempat di Kp. Cikondang Lamajang Kec. Pangalengan Kab. Bandung. 

Menurut hasil wawancara  Cikondang asal nama Cikondang sendiri yakni asal dari dua buah suku kata, yaitu “Cai” dan “Kondang”. Dimana “Cai” sendiri memiliki arti sebuah mata air, sedangkan “Kondang” merupakan nama sebuah pohon yang berada di tempat mata air itu berada. Penghuni pertama kali di Kampung Cikondang ini dulunya didiami oleh uyut Pemeget atau yang dikenal dengan sebutan “laki-laki” dan uyut istri atau “perempuan” yang kemudai kedua tokoh tersebut disebut sebagai keramat Kampung Cikondang yang mulai dikenal sekitar abad ke-17. Larangan hari memasuki kampung adat cikondang adalah Selasa, Kamis, Jumat, Sabtu, pada hari tersebut tidak boleh dimasuki oleh siapapun. 

Sejalan dengan pola keseimbangan hidup masyarakat Sunda. Dimana tersirat tuntunan keselarasan hubungan vertikal (interaksi diri dengan Tuhan) dengan hubungan horizontal (interaksi diri dengan sesama makhluk dan alam). Satu alasan rumah dibuat panggung dan tidak langsung menyentuh tanah, agar tidak mengganggu resapan air. Pasalnya, rumah tradisional Sunda itu terletak di kaki Gunung Tilu, di hulu Sungai Cisangkuy yang bermuara ke Sungai Citarum.

Pembahasan  

1. Lisung (terbuka)

Saung Lisung Cikondang
Saung Lisung, Cikondang (Dok. Euis Karmila)

Saung lisung  merupakan simbol laki-laki. Lisung merupakan alat tradisional yang digunakan untuk menumbuk padi. simbol antara laki-laki dan perempuan, tergambar dalam  bentuk yang persegi panjang sebagai laki-laki, dan bulat sebagai perempuan, dan ,Lekungan kepala lesung menjadi harmoni gabungan laki-laki dan perempuan. Lisung  dengan bentuk panjang dan terdapat dua lobang adalah simbol laki-laki, sedangkan perempuan ditandai dengan lisung pendek berlobang satu.   Yang mengerjakannya adalah Wanita yang sudah memasuki menopause, apabila laki-laki  khusus yang sudah menikah. Lisung berpola tritangtu, yakni badan lisung bagian atas  terdapat dilubangi  bentuk persegi panjang, dan disampingnyaterdapat bentuk bulat. Kedua lubang ini merupakan pasangan dualitas. 

2. Bale- Paseban(terbuka-tertutup)


Bale Paseban Cikondang, Euis Karmila
Bale Paseban, Cikondang (Dok. Euis Karmila)
Bale Paseban Cikondang
Bale Paseban, Cikondang (Dok. Febrika CS)

Bale Paseban Cikondang (Dok. Febrika CS)
Bale Paseban, Cikondang (Dok. Febrika CS)

Bale digunakan sebagai tempat pertemuan, artinya disini masyarakat menggunakan bale sebagai tempat musyawarah, tempat berkumpul ataupun acara-acara penting lainnya. Bale tempat bertemunya laki-laki dan perempuan  secara bersamaan  yaitu, seluruh  penduduk kampung.

3. Leuit (Tertutup)


Leuiit Cikondang, Euis Karmila
Leuit, Cikondang (Dok. Euis Karmila)

Leuit merupakan simbol dari perempuan tetapi yang mengerjakan adalah laki-laki.  Leuit  adalah tempat menyimpan padi  yang juga hanya  mempunyai satu pintu (jendela) untuk memaasukan dan mengeluarkan padi. Padi yang disimpan diletakan  dalam posisi di tidurkan.  Padi yang akan ditumbuk  diletakan dalam posisi berdiri  lalau diambil dan  dibawa melalui pintu satu-satunya.  Tubuh leuit  dibuat  dari bambu, yakni pohon yang menjulang ke atas sebagai  pilar yang menghubungkan  dunia atas dan dunia bawah.  Kayu merupakan simbol manusia, atap yang dibuat dari ijuk merupakan simbol  langit yang melindungi bumi.  Ujung atap yang terdapat dua kayu yang  disilang sebagai harmoni  (dualitas).   

4. Rumah Adat (tertutup)

Rumah Adat Cikondang, Euis Karmila
Rumah Adat Cikondang (Dok. Euis Karmila)

Rumah merupakan simbol makrokosmos. Rumah kaum peladang terdiri dari  tiga bagian strukturnya yaitu  atap, ruang-ruang, dan kolong rumah. Atap simbol dunia atas, ruang simbol dunia tengah, dan kolong simbol dunia bawah.  Kepala (atap) sebagai  kerohanian,  badan dunia  medium-medium rohani-duniawi dan kolong  (kaki) sebagai duniawi. Atap rumah  kaum peladang yang perahu merupakan simbol  ujung  (menjulang) yang kuasa perempuan.  Sedangkan  ujung lain adalah kuasa laki-laki.  Badan rumah  merupakan simbol dunia tengah bentuknya segi empat  panjang mengikuti arah atap.  Ruang di bawah  atap arah  hulu  merupakan tempat sakral.  

Rumah Sunda bentuknya bermacam-macam tetapi struktur bentuknya tetap tritangtu.  Secara vertikal  rumah Sunda terdiri dari kolong, badan rumah  dan atap. Kolong  simbol bumi, badan rumah simbol  dunia manusia, dan  atap simbol langit. Rumah adat sunda, pada kaum peladang pada zaman dulu ruang belakang adalah ruang sakral, yakni goah; tempat beras disimpan (simbol Pohaci Sang Hyang Sri). Ruang belakang merupakah daerah perempuan, yang boleh masuk hanya perempuan. Ruang tengah merupakan  ruang paradoks, bertemunya  orang dan orang luar, laki-laki dan perempuan.  Ruang paling depan merupakan  ruang lelaki tempat orang luar diterima di rumah. 

Sebaliknya ruang perempuan terletak dibelakang.  Dalam buku Estetika Paradoks, atap sebagi simbol  dunia atas,  namun bagi orang sunda  seluruh atap melambangkan ketiga kosmos  sekaligus, yaitu atap bbelakang simbol dunia atas  yang perempuan  (di bawah  atap ini  ruang perempuan),  atap kedua  (tengah)  simbol  dunia tengah   (di bawahnya ruang paradoks  campuran antara laki-laki dan perempuan), dan atap yang memanjang  ketiga merupakan simbol dunia bawah yang berasas  laki-laki (di bawahnya ruang kaum  laki-laki atau tamu diluar). 

Namun, pada Rumah adat di Kampung Cikondang sudah mengalami perubahan fungsi. Karena di dalam rumah tersebut   banyak hal yang berubah seperti penambahan hawu didalam rumah yang harusnya di bagian dapur, walaupun di dapur sudah ada hawu.  Pada bagian pintu hanya ada satu dan pintu tersebut menyatu dengan dapur.  Kemungkinan rumah adat tersebut ada perubahan  tata letak, dan pembongkaran. Karena rumah tersebut  juga sudah ditempati barang-barang, seperti rumah hunian. 

5. Dapur 

Dapur, Kampung Adat Cikondang
Peralatan Dapur (Dok. Febrika CS)

Dapur, Kampung Adat Cikondang
Peralatan Dapur (Dok. Febrika CS)

Dapur, Kampung Adat Cikondang
Peralatan Dapur (Dok. Febrika CS)

Dapur merupakan wilayah perempuan.  Didalam dapur yang ada di kampung adat cikondang terdapat seeng, hawu atau tungku, yang digunakan untuk memasak. Pada bagian dapur disini adalah tempat memasak semua bahan makanan, yang didalamnya terdapat hawu atau tungku api. Hawu yang ada di dapur tersebut ada dua, dan di rumah adat  satu  hawu yang terdapat dua lobang.  Namun dapur dinKampung Cikondang ini  berbeda karena menyatu dengan  kampung adat, kemungkinan mengalami perubahan. 

6. Hutan Larangan

Masyarakat Sunda  lama mengenal 3 jenis hutan diantaranya hutan tutupan  atau hutan larangan, artinya hutan yang tidak boleh dimasuki oleh manusia. Kemudian hutan yang dibuka untuk  pemukiman dan pertanian, serta hutan cadangan yang bersifat  terbuka dan tertutup, yaitu boleh dimasuki manusia dan diambil hasil  butan tersebut.  Dualitas hutan tertutup dan terbuka menimbulkan harmoni. Tritangtu hutan seperti itu  menjadi tanda Sang Hyang Hurip artinya hidup itu sendiri., kesejahteraan,  keselamatan pada penduduk kampung tersebut. 

Hutan Kampung Adat Cikondang
Hutan Cikondang (Dok. Euis Karmila)
Batu Pipih, Hutan Cikondang
Batu Pipih, Hutan Cikondang (Dok. Euis Karmila)

Syarat kabuyutan adalah adanya  hutan yang didalamnya terdapat  pohon besar, mata air, batu-batu. Pohon yang terdapat di hutan larangan cikondang yakni pohon aren, caringin, Kiara.  Untuk memasuki hutan larangan ini,  ada syarat yang tidak boleh dilanggar, yaitu nonmuslim dilarang masuk,  bagi yang sedang berhalangan khusus Wanita tidak boleh memasuki hutan larangan tersebut, pada saat memasuki hutan tersebut harus melepas alas kaki dan langkah pertama memasuki hutan tersebut menggunakan kaki kanan, dan pulang  atau keluar hutan melangkah dengan kaki kiri. Masyarakat Cikondang percaya bahwa jika itu dilanggar akan ada musibah atau bencana yang menimpa kampung tersebut. Namun, semua itu ada pengecualian, jika kebutuhan data-data untuk akademik boleh  dilakukan bagi yang nonmuslim ingin memasuki hutan larangan tersebut. 

Batu yang terdapat dihutan larangan adalah batu yang berbentuk pipih dan bulat sebagai  simbol perempuan.  

7. Makam Batu 

Makam batu sering dikaitan sebagai makam peninggalan agama Islam dan leluhir sekitar penjaga tempat tersebut. Dalam kajian estetika primordial makam batu yang ada di kampung adat Cikondang merupakan simbol dari  laki-laki dan perempuan yang diharmonikan.  Disini terdapat 6 pasang batu diantaranyanya 3 pasang tritangtu besar dan 3 tritangtu kecil. 

Makam batu Cikondang
Makam Batu, Cikondang (Dok. Euis Karmila)

Saung Makam Batu Cikondang
Saung Makam Batu Cikondang (Dok. Febrika CS)

Penanda  sebuah wilayah dikatakan kabuyutan terdapat  berapa elemen diantaranya mata air, hutan , batu. Mata air merupakan simbol langit atau perempuan, hutan simbol laki-laki, dan batu simbol manusia atau laki-perempuan. 

8. Mata Air

Sungai Sekitar Cikondang
Sungai, Cikondang (Dok. Ilham Haruna)

 Dalam analisis atap rumah, hulu  itu berlawanan dengan hilir.  Hulu yang artinya bersih, hilir yang artinya keruh. Hulu perempuan dan hilir laki-laki. Hulu diatas, hilir dibawah. Hulu juga diartikan sebagai  kuasa surga perempuan  dan hilir kuasa surga laki-laki. Perempuan pihak dalam, laki-laki pihak luar.  Tetapi berbeda halnya dengan aliran sungai, posisi menjadi terbalik. Keruh itu perempuan, dan bersih itu laki-laki.Analogi seperti ini dikaitkan secara kodratnya mengalami menstruasi, nifas, dan lain sebagainya, sedangkan untuk laki-laki tidak mengalami itu jadi alirannya bersih. Seperti  Aliran sungai Cisangkuy yang keruh menandakan itu adalah perempuan. Serta  sungai  ciruntah yang jernih sebagai simbol laki-laki. Sumber mata air  yang keluar dari bebatuan  dari gunung tilu yang berjarak kurang lebih 3 km dari kabuyutan alirannya sangat jernih dan masuk pada wilayah kabuyutan. 

Narasumber:

Prof. Jakob Sumardjo 

Anom Juhana (Kuncen)

Posting Komentar

Posting Komentar