wYDCW47if6cKleiypRwqUq9HZh2kI0aAhad9DlQd
Bookmark

Nilai Estetis Pertunjukan Yang Terlupakan Pada Konsep Garap Penyajian Vokal Kepesndenan Celempungan


Oleh: Euis Karmila

sangitaharmoni.com - Membicarakan kesenian, tidak akan terlepas dari  mencermati konsep dan pengalaman estetik atau pengalaman keindahan (beauty), karena menurut Monroe (1977) “..an artwork can be usefully defined as an intentional arrangement of conditions for affording experience with aesthetic character” Bagi Beardsley, fungsi esensial sebuah seni adalah kapasitasnya untuk menghasilkan pengalaman estetik atau pengalarnan keindahan. 

Selain itu terdapat syarat pertunjukan yang harus diperhatikan terdiri dari 3 unsur diantaranya: (a) pelaku pertunjukan; (b) penikmat yang siap mengapresiasi; dan (c) isi, pesan, atau makna yang ingin dikomunikasikan oleh pelaku pertunjukan kepada penikmat.  Alan P Merriam, megatakan bahwa dalam  menganalisis karya musik dalam perspektif etnomusikologi terdiri dari tiga tingkatn diantaranya, konseptualisasi tentang musik yang dihadirkan, tingkah laku pemusik (yang tampak di atas panggung, maupun di luar panggung) yang berhubungan dengan musik, suara musik secara musikalitas yang memberikan hubungan antara tingkatan pertama (konseptualisasi) hingga dua tingkatan berikutnya. Hal tersebut memberikan sifat dinamis pada semua sistem musik. 

Musik memiliki struktur tertentu, namun dalam perspektif etnomusikologi, struktur musik tersebut dihadirkan sebagai produk tingkah laku (behaviour). Tingkah laku yang dimaksud adalah aspek fisik (ekspresi dan gestur pemusik), sosiologis, aspek verbal, dan aspek akademis.

Penyajian Meylani Novianty, dengan Nomor Induk Mahasiswa 191233077 dengan minat utama penyajian vokal kepesindenan dalam celempungan. Judul sajian ‘’Ngahaleuang Jeung Kacapina ‘’ artinya bernyanyi dengan kecapinya. Adapun sinopsis sajiannnya yaitu’’Menapaki nada salendro, degung, dan madenda melalui lantunan suara dan petikan kecapi  aku jalani dengan sepenuh hati, lagu kenangan disajikan untuk menghibur  hati apresiator  menerawang lagu lawas.’’ 

Penyajian ini menghadirkan konsep yang minimalis karena hanya ada 2 orang dalam 1 panggung yang luas. Meylani membawakan unsur religiusitas dari lagu bubuka kidung, yang isinya mengandung nama nama sifat wajib Allah yang 20. Sebenarnya untuk rumpaka lagu kidung sendiri banyak versi, perbendaharaan rumpaka saat ini, merupakan bagian dari  kepentingan industri, karena bisa diubah sesuai dengan kebutuhan.

Dalam konteks ujian, penilaian terhadap musikalitas seorang penyaji sudah bagus secara personal, akan tetapi untuk permainan kecapinya bagus sebetulnya tidak ada masalah, suara atau nada-nada tinggi vokalnya stabil, hanya saja terkesan monoton karena pemilihan lagunya yang panjang tetapi, permainan aktraktif dari kecapinya hanya sedikit. Menurut saya, jika ujian Tugas Akhir tidak melibatkan banyak orang, setidaknya lagu-lagu yang dibawakan bisa diseimbangkan dan disesuaikan sesuai kebutuhan efisiensi serta efektivitas, bukan hanya atas kehendak pribadi tetapi ada keseimbangan dari penonton.

 Dari pengamatan apresiasi terkesan monoton, hanya vokal kecapi dan biola, pada intinya hanya musik, walaupun ada suara dari balik panggung sebagai narasi perpindahan lagu, tetapi ini tidak ada interaksi sehingga pertunjukan menjadi seolah kosong walaupun teknik vokal bagus. Karena konsepnya minimalis setidaknya ada ineteraksi komedi supaya tidak membosankan.Tetapi yang dimaksud disini interaksi penyaji untuk mencairkan suasana atau pendukung yang memulai obrolan.  Pada  dasarnya niat setiap pertunjukan adalah ingin memberikan kesan yang bukan hanya baik tetapi menarik bagi penonton. Jarang sekali penyaji meminta Feedback kritikan, karena takut merusak hari bahagia ujian tugas akhir. Namun ada saja dosen pembimbing ataupun penguji yang secara spontan menyatakan kekurangannya selain kelebihannya.

Selain dari musikalnya juga dari artistiknya, karena pertunjukan ini dilakukan  bisa diapresiasi secara live streaming dan langusng di Gedung Sunan Ambu. Otomatis apapun yang menjadi bagian dari pertunjukan harus  terlihat apa adanya yang terlihat. Tetapi disini, kesalahan dari teknis camera man, karena artistik podium yang dipakai meilany  memiliki keterkaitan sajian yang di tampilkan. Podium ini terdapat tulisan lapadz Allah, salah satu sajian yang dibawakannya lagu kidung yang rumpakanya mengandung nama-nama sifat wajib bagi Allah yang 20. Tetapi dalam live streaming tidak terlihat, tentunya hal itu menjadi biasa-biasa saja. Mungkin penonton di Gedung bisa menikmati keindahan artistiknya, tetapi penonton youtube tidak menikmati visual secara lengkap. Aksen pertunjukan yang sering diabaikan, karena fokus hanya pada penyaji menyebabkan orang salah kaprah, lalu untuk apa artistik diletakan atau digunakan apabila penonton live streaming tidak bisa melihatnya, hal tersebut menjadi penilaian yang tidak lengkap. Oleh sebab itu, keindahan visual menjadi point yang sangat penting dari penilaian secara personal. Karenanya, aspek pertunjukan itu bukan hanya tentang musik, tapi elemen visual artistik yang mendukung hal tersebut harus juga lengkap diperhatikan. 

Resital Tugas Akhir Karawitan, Celempungan
Tampilan di live streaming Youtube Karawitan ISBI Bandung

Tampilan secara live di Gedung Kesenian Sunan Ambu 

Penyaji terinspirasi dengan kamonesan Yoyoh Suprihatin, seniwati yang bermain kecapi dengan petikan yang atraktif sambil bernyanyi, ini menjadi tantangan tersendiri bagi penyaji untuk membagi fokus keseimbangan antara bernyanyi dan bermain kecapi harus selaras. Itu yang kemudian menjadi plus dan minusnya, ketika tidak bisa mengimbangi pasti hanya salah satu yang akan menonjol, dalam hal ini lebih dominal vokal yang keluar auranya dibandingkan dengan permainan kecapinya.  

Menurut Lorand, setidaknya ada 6 kualitas tak indah yang bisa disebutkan yakni: jelek (ugly), tanpa makna (meaningless), kitsch, membosankan (boring), tidak penting (insignificant), dan tidak berkaitan (irrelevant). Selain itu, sudut pandang estetika pertunjukan setiap stilisasi menuntut: (I) kejelasan bentuk: dan (2) kaitan atau dukungannya terhadap citra yang hendak diwujudkan.

Menurut Lili Suparli mengatakan bahwa "Kualitas" setiap pertunjukan kesenian melekat dengan konteksnys atau kepentingan pertunjukan dimaksud. Ketika seni tersebut dijadikan ajang ritual maka pandangan kualitasnya akan berbeda ketika seni tsb dijadikan sebagai ajang apresiatif. TA adalah ajang apresiatif. TA Penyajian adalah ajang apresiatif atas kepentingan mengevaluasi keterampilan individu melalui pertunjukan. Saya menguji siapapun, termasuk Mey, akan melepaskan diri dari pandangan panggung apresiatif seni secara umum, tetapi fokus sebagai ajang uji keterampilan, artinya pandangan saya kepada Mey ketika TA Penyajian, akan berbeda dengan ketika (misalnya) sebagai panggung apresiatif secara umum. Makanya evaluator itu berbeda, ada Penguji, Juri, Kurator, dan Pengamat.

Dapat disimpulkan bahwa ketika pembawaan yang menurut penyaji sudah maksimal, tetapi berbeda dari penilaian penonton, walaupun subjektif tetapi subjektivitas hadir  bukan semata-mata karena hasil pemikiran sendiri, melainkan dari pengalaman apresiasi, atau pun kaya akan pengalaman empiris.  Pengalaman  estetik  hasil interaksi yang terjadi karena kondisi  penangkapan intelektual dan emosional  antara suatu karya seni dan penghayatnya.  Steppen C. Paper dalam The Liang Gie menyebut bahwa kemonotonan  (kesenadaan yang berlebihan)  dan kekacaubalauan (confusion) merupakan faktor  yang dapat merusak  karya. Oleh karena itu,  upaya mengatasi kedua factor yang mencegah  atau merusak  dari pengalaman estetik serta penyusunan  karya  harus ada keanekaan (variety) dan keseimbangan. 


































Posting Komentar

Posting Komentar