wYDCW47if6cKleiypRwqUq9HZh2kI0aAhad9DlQd
Bookmark

Kontroversi Pengrebab Perempuan Sebagai Pangrawit Karawitan Sunda

Rebab Sunda, Euis Karmila
Rebab Sunda (Dok. Euis Karmila)

Oleh: Euis Karmila

sangitaharmoni.com-Mayoritas dalam karawitan Sunda, yang memegang alat musik atau waditra adalah laki-laki. Peran perempuan kebanyakan hanya dilibatkan sebagai vokal atau sekar. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan juga musik karawitan munculah  sedikit demi sedikit muncul pengrebab perempuan. Kemunculan pengrawit perempuan bukan hanya pada zaman modern saat ini. Namun sebelumnya juga ada pengrawit perempuan yang ahli dalam bermusik, seperti Yoyoh Suprihatin bernyanyi sambil bermain kecapi.  Masalah yang terjadi pada perempuan adalah mengenai pemisahan antara ruang pribadi dan ruang publik, serta pembatasan  bagi kaum perempuan sebagai urusan belakang (konco wingking). 

Gledhill menegaskan  bahwa  negoisasi  bisa dianalisis pada tiga level berbeda diantaranya khalayak, teks, institusi. Penerimaan merupakan  momen negoisasi yang paling radikal, sebab  yang paling bervariasi dan tidak bisa di prediksi.   Sebagaimana ditegaskan, situasi  menonton atau membaca mempengaruhi makna dan kesenangan  akan  sebuah karya  dengan mengajukan  serangkaian determinasi ke dalam pertukaran kultural, yang secara potensia; resisren atau  kontradiktif yang muncul dari perbedaan kondisi  kultural dan sosial  pembaca atau penonton-menurut kelas, gender, ras, usia, sejarah pribadi dan seterusnya.

Selain dilihat dari langka pengrebab perempuan, sebagian perempuan menyebut rebab itu sulit. Oleh karena itu, jarang sekali perempuan dalam perguruan tinggi seni misalnya di ISBI Bandung mengambil jurusan rebab. Kebanyakan perempuan mengambil jurusan vokal. Ada juga yang mengambil alat  kecapi yang saat ini lumayan banyak, dan gambang masih cukup jarang. Menurut Psikologi Feminim Horney perbedaan psikis antara pria dan Wanita bukanlah hasil perbedaan anatomi, melainkan hasil perbedaan kultur dan harapan sisial  terhadap  masing-masing mereka.  Kecemasan merupakan penyebab dari kebutuhan pria untuk mengalahkan Wanita dan dari ke inginan Wanita untuk mempermalukan pria. Psikologis (kejiwaan) anak perempuan bekerja, anak perempuan lebih patuh atau penurut dan lebih tekun bekerja dibandingkan laki-laki. Pola pikir anak perempuan umumnya  menerima gagasan  bahwa kelas  eksistensinya adalah  di bawah kelas eksistensial anak laki-laki.  Pola pikir ini  pada dasarnya adalah  terlahir dari system yang patriarki atau memposisikan laki-laki  sebagai pemimpin perempuan.

Perempuan sebagai Pangrawit Karawitan  

Dalam konsep yang dikemukakan C. Kluckhohn, bahwa kebudayaan yakni  proses belajar  dan bukan sesuatu  yang diwariskan secara biologis. Kebudayaan  adalah pola tingkah laku atau sikap  yang  mengalami proses pembelajaran,   kemudiaan disampaikan  dari satu  generasi kemudian ke generasi selanjutnya. Oleh karena itu, kebudayaan  mengalami perkembangan secara akumulatif, dan seterusnya  akan bertambah banyak dan kompleks, yang kemudian  diteruskan dari generasi ke generasi.

Kemunculan Gerakan perempuan pada tahun 1960-an dan 1970-anmengedepankan sejumlah penulis perempuan dan feminis menawarkan suara kritis untuk wacana-wacana dalam teori kesusastraan, senim politik, dan sosial. Kajian perempuan  merupakan  produk dari tuntutan akan’sebuah ruang’dan’ suatu suara’oleh  Gerakan feminis gelombang kedua  pada akhir 1960-an. Yeatman (1994) menyatakan bahwa pembentukan  kajian perempuan  di dalam ruang  yang berbeda  dan terpisah  didalam  akademi membuka kesempatan  yang nyata dan ruang bagi pekerja intelektual feminis. Pringle  berkomentar bahwa ‘para teoretikus menganggap ekistensi patriarki didasarkan pada relasi-relasi dominasi dan subdorminasi antara dua kategori manusia yang secara fundamental bertentangan, laki-laki dan perempuan.  Sebuah mitos gender yang tak kalah hegemonisnya adalah wacana yang memfasilitasi pandangan patriarkal mengenai perempuan dan femininitas, sebuah kepercayaan tradisional bahwa ‘’tempat perempuan di dalam rumah’’.  Pernyataan tersebut juga didukung oleh Madelon Djajadiningrat-Nieuwenhuis menyebutkan sebagai ibuisme yaitu, suatu ideologi yang mengharuskan perempuan untuk memelihara keluarga tanpa boleh menuntut kekuasaan atau prestise sedikitpun imbalannya. 

Menurut Caca Sopandi, pada tahun 80-an konotasi nayaga ke gamelan salendro tidak banyak, tapi digamelan degung sangat banyak. Sebelum tahun 90 ada 3 kelompok besar ada dewi pramanik pimpinan Euis Komariah, Mayang Binekas, Sasaka Domas, Mamah Dasimah salah satu motor penggeraknya, pangrawit degung semuanya wanita. Perjalanannya tidak Panjang, hanya satu musim saja, pada waktuitu lagi ramai-ramainya gamelan degung di setiap rt, rw di Kota Bandung pasti punya gamelan degung dan semua pengrawitnya wanita.  Setelah itu, satu musim menghilang begitu saja, perempuannya tidak terekspos lagi baik dipanggung maupun di media elektronik. Nyaris tidak ada lagi pertunjukan gamelan degung terutama yang disajikan oleh Wanita. Secara global, dibandingkan dean musikpun katakanlah walupun ada tapi jarang pemain instrument yang biasa disajikan oleh laki-laki.  Contohnya drum,dikelahirannya jarang tidak seperti drummer laki-laki,kemunculan drummer wanitapun langka. Karena masyarakat menilai bahwa kualitas musik adalah nomor satu nah itu juga harus jadi catatan, jadi menarik perempuan menarik jadi karawitan itu  bukan karena kecantikan, keunikan, jadi masyarakat tetap menilai  bahwa kualitas music nomor satu, jadi ketika seorang perempuan main  indah dilhat tapi ketika kendangnya biasa, menjadi biasa saja karena masyarakat punya ukuran  estetika bunyi kendang itu seperti ini, ketika penyaji wanita tidak menyajikannya secara maksimal mungkin masih tetap kaum laki-laki masih simpatik ‘’laki-laki dalam perspektif bunyi instrumennya itu sendiri baik di rebab, kacapi, suling, dan seterusnya, jadi kalaupun betul menarik untuk panjangnya popularitas  sebagai pemain instrument yang tidak biasa disajikan oleh perempuan yang harus dijaga adalah  kualitas musiknya, bukan penampilan non music seperti wajah, badan, dan sebagainya, tapi yang utama adalah  kualitas musiknya.(Wawancara,11 Oktober 2022)

Pengalaman strategi mengajar, Caca Sopandi dalam rebab Sunda beliau menyatakan bahwa proses pembelajaran rebab nyaris sama disamakan antara laki-laki dan perempuan karena prinsip yang diutamakan adalah kualitas  bunyi jadi walaupun perempuan ornamentasi rebabnya belum maskimal  diupayakan supaya maksimal  mengejar target bunyi itu, ukurannya pengrebab laki-laki karena di instrument karawitan tidak ada pembeda  sepeerti badminton  voli seperti sepak bola, jadi wanita diadukan itu  semua dengan laki-laki  belum ada ukuran atau even seperti pertandingan badminton  tunggal putri dengan tunggal putri  kecuali ganda campuran. Suda jelas kalau dalam bidang olahraga terukur.  Di karawitan Sunda  belum  ada pemisahan antara  event pertunjukan khusus  pasanggiri pengrebab  wanoja  sementara ini masih disejajarkan dengan laki-laki  dalam kualitas memanikan alat musiknya, secara  kualitas musiknya  jika dibawah eutik muctar, uloh abduloh, nandang barmaya, kiblatnya masih disana kalaupun pengrebab perempuan  merujuk ke sana, laki-laki sudah punya  standar kualitas musik. Gejala umum yang terjadi pada kaum feminis adalah, hosting the oppressor’s ideologi yakni maskulinitas. Kaum liberal percaya dalam kebebasan dan persamaan bermula pada rasionalitas, dan ‘’perempuan adalah makhluk rasional’’ mereka menuntut hak yang sama dengan laki-laki. Kaum perempuan harus dididik agar mampu bersaing dalam gelanggang merebut kesempatan memasuki prinsip-prinsip maskulinitas, serta  tidak mempermasalahkan  ketidakadilan struktural dan penindasan ideologi patriarki. Seperti halnya paham Modernisasi  menganggap  perempuan sebagai masalah bagi perkembangan ekonomi modern atau partisipasi politik, karena sikap irrasional  mereka berpegang teguh pada tradisi, adalah pandangan yang berakar dari Feminisme Liberal. 

Miller (2001) mengatakan bahwa perilaku  musik yang  rumit dalam sebuah pertunjukan  musik adalah sama dengan wujud dari  kapasitas  yang diwariskan  sejak nenek moyang  primate untuk menunjukan ‘’ protean’’ nya,  yaitu suatu perilaku  yang terprediksi dengan  maksud  menarik perhatian pasangannya. Karenanya, musikalitas juga bagian dari  perilaku  yang terkondisi  secara genetis. Sedangkan tingkat ekspresi  musikalitas  diperoleh  dari sifar  genetika yang berbeda dalam perilaku protean. 

Proses Pembelajaran Kebudayaan

Seni sebagai pengalaman menurut Johan Dewey adalah berfungsi  untuk meletakan nilai  yang lebih bermakna dari ‘’pengalaman’’,  yang jauh lebih kohern, lebih hidup,  dari pengalaman yang  di tawarkan  oleh kehidupan sehari-hari. Pengalaman sebagai hal yang berkesinambunan, karena interaksi  makhluk hidup dan  kondisi sekitarnya yang berkaitan. Menurut Benny Yohanes, pengalaman adalah suatu interaksi yang memberikan nilai, berupa emosi atau gagasan yang dapat memunculkan keterarahan kesadaran.juga menyatunya perasaan, mood, impuls dan tindakan yang dimiliki maklhluk hidup . 

Odysseus menyarankan bahwa sifat-sifat hakiki kebudayaan adalah perubahan. Kreatifitas mewujudkan dirinya dalam kebuayaan, manusia menstransformasi kebudayaannya dan tetap memelihara nilai-nilai  terdahulu  dan  menemukan nilai-nilai yang baru. Kreatifitas   adalah proses pengungkapan yang melahirkan inovasi, inovasi tersebut ditemukan  berorintasi pada kepentingan masarakat termasuk dalam bidang kesenian.  

Dalam tahap proses pembelajaran terbagi menjadi 3 bagian diantaranya:

1. Internalisasi adalah suatu proses pengenalan dan pembelajaran yang berlangsung sepanjang hidup seorang individu  dari lahir sampai ke liang lahat.

2. Sosialisasi adalah proses dimana seorang  anggota  masyarakat  berperilaku  sesuai  dengan aturan-aturan atau  toleransi  yang telah melembaga  dan didukung oleh masyarakat.

3. Enkulturasi atau  pembudayaan adalah proses yang dialami anggota  suatu masyarakat  dalam mempelajari  system budaya  atau adat istiadat yang hidup  dalam kebudayaan  masyarakat yang bersangkutan.

Kesimpulan

Perempuan sebagai nayaga bukanlah menjadi fenomena baru pada masa sekarang ini. Karena sebagaimana perannya sebagai pangrawit, dalam memainkan peranannya harus mengetahui aspek musikal yang baik dan enak di dengar sesuai dengan standar yang umum dimasyarakat. Oleh karena itu, seberapa cantik (good looking) wajah seorang perempuan tidak akan mempengaruhi penilaian masyarakat, cantik bukan ukuran dan bukan karena langkanya tetapi secara musikal memenuhi kriteria  atau standar yang menjadi modal yang baik  bagi penerus budaya atau kesenian yang ada di masyarakat.

Posting Komentar

Posting Komentar