sangitaharmoni.com- Saung Angklung Udjo dibangun pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena atau juga dikenal sebagai Mang Udjo bersama dengan istrinya, Uum Sumiati, dengan tujuan melestarikan seni dan budaya tradisional Sunda. Udjo Ngalagena merupakan seorang seniman angklung yang berasal dari Jawa Barat. Lahir pada tanggal 5 Maret 1929. Udjo Ngalagena merupakan anak keenam dari pasangan Wiranta dan Imi. Udjo Ngalagena sudah mengenal kesenian angklung dengan akrab sejak berumur 4 tahun. Selain angklung, Udjo Ngalagena juga mendalami seni bela diri tradisional yaitu pencak silat, gamelan, kecapi, dan juga lagu-lagu daerah berbahasa Indonesia dan Belanda. Karena itu tidak hanya menyajikan pertunjukan angklung, namun juga berbagai macam kesenian khas Jawa Barat. Dari pengalamannya berkesenian pada masa kecil akhirnya Udjo terinspirasi untuk mendirikan Saung Angklung Udjo. Sepeninggal Udjo Ngalagena pada tanggal 03 Mei 2001, tempat wisata ini tetap diteruskan oleh para putra-putri Udjo Ngalagena sehingga Saung Angklung Udjo tetap ramai dengan pengunjung yang ingin menyaksikan keindahan kesenian tradisional daerah.
Hari Pertama Menonton Saung Angklung Udjo
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Sebelum acara demi acara dimulai, Mc membuka acara dengan sambutan-sambutan kepada penonton. Mc lalu menyapa penonton. Penonton disini berasal dari berbagai Negara yaitu Malaysia, Kamboja, Filipina, China, Taiwan, Hongkong, Korea, Jepang , Australia, Kanada, Amerika, dan Jerman. Sebelum pertunjukan dimulai, mc memberikan informasi sedikit tentang sejarah awal mula didirikannya Saung Angklung Udjo dengan menggunakan bahasa Ingggris dan kemudian menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Bahwa Saung Angklung Udjo, didirikan tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena(Alm) yang akrab dengan sebutan Mang Udjo dan istrinya, Uum Sumiati. Saung Angklung Udjo (SAU) merupakan sanggar seni sebagai tempat pertunjukkan seni, laboratorium pendidikan sekaligus sebagai objek wisata budaya khas daerah Jawa Barat dengan mengendalikan semangat gotong royong antar sesama warga desa. SAU berusaha mewujudkan cita-cita dan harapan Abah Udjo (Alm) yang atas kiprahnya dijuluki sebagai Legenda Angklung, yaitu Angklung sebagai seni dan identitas dan identitas budaya yang membanggakan:
‘’ Udjo Ngalagena mendapat pesan dari Bapak Angklung Dunia, Daeng Soetigma ( Alm), untuk meneruskan misalnya memperkenalkan ANGKLUNG ke semua orang di seluruh dunia agar dikenal dimana-mana, dengan sebuah gagasan bahwa melalui penampilan kesenian musik ANGKLUNG, akan dapat membantu mendorong terciptanya kedamaian di dunia, yang kita cintai dan kita tinggali ini.’’ Pertunjukan bambu Saung Angklung Udjo terdiri dari demonstrasi wayang golek, helaran, tari tradisional, angklung mini, arumba, angklung masal nusantara, bermain angklung bersama, angklung orkestra, dan menari bersama.
Pertunjukan pertama diawali dengan demonstrasi wayang golek. Wayang golek khas tanah sunda yaitu pementasan sandiwara boneka kayu yang menyerupai badan manusia dengan kostumnya, yang pada mulanya sering dipentaskan sebagai bagian dari upacara – upacara adat, seperti upacara bersih desa, ngaruwat, dan lain-lain, oleh seorang Dalang. Ditinjau dari filsafatnya, kata wayang berarti bayangan, merupakan pencerminan dari sifat dalam jiwa manusia, seperti angkara murka, kebajikan, serakah, dan lain-lain. Dalam setiap pementasannya, wayang selalu membawa pesan moral agar kita selalu patuh pada Pencipta dan berbuat baik terhadap sesama. Siapa menanam kebaikan, maka ia akan menuai kebahagiaan, dan barang siapa melakukan kejahatan, maka ia akan menanggung akibatnya.
Berbeda dengan pementasan wayang golek pada umumnya berlangsung 7jam, yaitu pada malam hari, semalam suntuk sekitar pukul 20.00-21.00 hingga pukul 04.00. Di Saung Udjo,pertunjukan wayang golek hanya berlangsung sekitar 15 menit dan yang akan ditampilkan demonstrasi wayang golek, antara lain peragaan bagaimana wayang berbicara, menari dan berkelahi. Namun ada kekurangan nya disini adalah dalam pertunjukan biasanya wayang golek selalu ada sinden namun yang saya lihat disini tidak ada dan tukang rebab yang bernyanyi. Menurut saya seharusnya tukang rebab fokus saja pada tugasnya sebagai pengrebab bukan sebagai sinden apalagi alok. Karena patokan sinden dan alok bergantung kepada tukang rebab. Disini nilai estetikanya yang menjadi kekurangan karena ketidak lengkapan personil membuat pertunjukan menjadi hambar seperti sayur tanpa garam.
Pertunjukkan wayang yang ada di Saung Angklung Udjo kurang mengesankan menurut saya. Karena pada saat pertunjukan dalang tidak menyebutkan lakon cerita wayang yang dipertunjukan. Karena memang tujuannya hanya sekilas saja seperti memperagakan wayang ketika menari, berbicara, bernyanyi, dan berkelahi. Juga alur cerita yang dimainkan tidak teratur. Kalau menurut orang Sunda” Sakahayang dalang weh” artinya terserah dalang. Jadi tidak terpaku oleh cerita-cerita wayang yang sering dipertunjukan. Namun ini terkesan hanya sebagai hiburan saja.Tetapi mungkin menurut orang awam itu sangat menghibur, ketika dalang membuat lelucon menggunakan wayang sebagai perantaranya. Namun, jika yang menonton adalah mereka para seniman pertunjukan ini tidak memuaskan. Karena otomatis, seniman hafal titik kekurangan dalam pertunjukan wayang tersebut. Namun, jika hanya sekilas saja pertunujukan wayang di Saung Angklung Udjo sudah mewakili pertunjukan wayang yang sebenarnya.
Pertunjukan yang kedua yaitu helaran. Helaran seringkali dimainkan untuk mengiringi upacara tradisional khitanan maupun pada saat upacara panen padi. Helaran yang di pertunjukan di Saung Angklung Udjo adalah arak-arakan yang diiringi permainan angklung serta berbagai tarian tradisional ikut menyertainya dan semua yang terlibat dalam pertunjukan tersebut adalah anak- anak kecil TK, SD, SMP berberapa orang dewasa juga ikut bermain. Angklung yang digunakan adalah angklung dengan salendro/pentatonis yaitu nada asli angklung Sunda yang terdiri atas Da Mi Na Ti La Da. Helaran ini sendiri dimainkan dengan nada yang riang gembira, karena memang ditunjukan untuk menghibur dan untuk menunjukan rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat.
Pertunjukannya bagus namun anak-anak tidak terlihat senyum pada saat pertunjukan dimulai. Ekapresi mereka sangat datar.Itu sangat mempengaruhi kesan pada apresiator. Kesannya mereka tidak bersemangat dan itu menjadi penilaian yang minus dari penonton.
Pertunjukan yang ketiga yaitu tari tradisional. Tarian yang dipertunjukan disini adalah tari topeng. Yang di peragakan oleh dua anak remaja. Tarian yang disajikan adalah cuplikan dari pola-pola tarian klasik topeng kandaga, yaitu rangkaian tari topeng gaya parahyangan yang menceritakan Ratu Kencana Wungu yang dikejar-kejar oleh Prabu Menakjingga yang tergila-gila padanya. Tarian ini terbagi atas dua babak. Babak pertama (tanpa topeng) : Layang Kumintir, pembawa berita untuk Ratu Kencana Wungu dari Majapahit, yang sedang menyelidiki keadaan di kerajaan Blambangan. Babak kedua (memakai topeng): Layang kumintir menyamar menjadi seorang pria gagah perkasa untuk melawan Prabu Menakjingga. Topeng tersebut mewakili karakter perwatakan manusia. Menakjingga keindahan burung tersebut, hal ini merupakan salah satu tarian kreasi baru yang menggambarkan merak yang sedang bercengkramadi taman. Tarian ini menumpahkan imajinasi kehidupan merak dalam bentuk tata gerak tarian. Tari Merak merupakan salah satu tarian kreasi baru dari daerah Jawa Barat yang mengekspresikan gerak-gerik burung merak yang lincah dalam keindahan warna bulunya yang menawan.
Pertunjukan tari topeng yang disajikan oleh 2 penari. Mereka adalah murid dari Saung Angklung Udjo yang masih remaja. Mereka menari dengan baik dengan gamelan sebagai musik pengiringnya.
Pertunjukan yang keempat yaitu angklung mini. Angklung-angklung berukuran minimalis ini tidak hanya dipakai sebagai hiasan, namun dapat untuk memainkan lagu-lagu sederhana. Di Saung Angklung Udjo angklung-angklung minimalis dimainkan oleh anak-anak kecil yang berjumlah 24 orang dan beberapa orang dewasa dan di iringi oleh arumba , gitar dan alat perkusi seperti drum. Disini hanya perkenalan angklung diatonis 1 oktaf serta mengajak para penonton untuk ikut bernyanyi bersama-sama. Lagu yang dimaikan adalah lagu anak-anak seperti lagu Boneka Abdi ,The Song of Do Re Mi, dan Melati Kenanga. Berikut adalah lirik lagunya:
‘’ Boneka Abdi’’
Abdi Teh ,Ayeuna Gaduh Hiji Boneka
Teu Kinten Saena Sareng Lucuna
Ku Abdi Diacukan, Acukna Sae Pisan
Cik Mangga Tingali Boneka Abdi
‘’ The Song of Do Re Mi’’
Do (Doh) A Deer A Female Deer
Re (Ray) A Drop Of Golden Sun
Mi (Me) A Name I Call Myself
Fa (Far) A Long Way To Run
Sol ( Sew) A Needle Pulling Thread
La ( Lo) A Note To Follow
Ti (Tea) A Drink With Jam And Bread
That We Bring Us Back To Doh..Doh…Doh…Doh…Doh
‘’Melati Kenanga’’
Melati Kenanga Mawar Burung Cempaka
Dahlia Kamboja Semua Bunga
Sungguh Elok Rupanya Serta Harum Baunya
Melati Kenanga Semua Bunga
Pertunjukan yang kelima adalah permainan arumba . Arumba adalah alat musik tradisional terbuat dari bambu bertangga nada diatonis, dengan tetap menghasilkan nada yang harmonis dan dinamis. Diciptakan pada tahun 1970-an, ARUMBA merupakan singkatan dari Alunan Rumpun Bambu. Disini yang bermain adalah murid senior dari Saung Angklung Udjo. Musik yang dimainkan adalah dari berbagai genre seperti klasik, pop, dangdut dan lain-lain. Pertunjukannya sangat bagus dan para penonton sangat terhibur dengan penampilannya.
Pertunjukan keenam adalah angklung masal nusantara. Angklung masal nusantara merupakan miniatur kebudayaan yang ada di Indonesia, ditampilkan oleh murid-murid Saung Angklung Udjo senior dan junior. Pada sesi ini disajikan beberapa buah laguu, pakaian adat serta tarian yang berasal dari berbagai daerah. Pertunjukannya bagus cumin ekspresi anak-anak yang datar tidak terlihat senyum saat sedang tampil. Namun penonton sangat terhibur dengan gerakan tari anak-anak yang polos, lugu, sehingga terlihat menggemaskan.
Pertunjukan ketujuh adalah bermain angklung bersama. Disini penonton diajak untuk bermain angklung bersama yang telah disediakan disana. Permainan angklung yang baik akan tercipta bila diantara pemain terdapat kekompakan. Agar melodi dalam lagu dapat mengalir dengan indah dan terus berkesinambungan. Kami selaku penonton diberi kesempatan mencoba memainkan angklung sangat antusias dan merasa senang diberi kesempatan ikut bermain. Permainan angklung dipimpin oleh seorang konduktor, beliau adalah anak dari Daeng Soetigna. Cara bermainnya yaitu dengan membunyikan angklung sesuai nomor yang ada di angklung dipimpin oleh seorang konduktor. Tampak bahwa penonton sangat senang dan beberapa yang tegang karena mungkin takut salah dan kebanyakan penonton disana adalah manula, dan kehilangan focus pasti ada saja. Walaupun begitu konduktor membuat suasana menjadi lebih hidup dengan mencairkan suasana ketika ada yang salah membunyikan angklung. Lagu yang dimainkan beberapa lagu asing dan beberapa lagu dari Indonesia. Kurang lebih sekitar 20 menit kami bermain angklung. Setelah itu, angklung diambil kembali oleh murid saung angklung udjo dan tidak di bawa pulang.
Pertunjukan kedelapan yaitu angklung orkestra. Angklung sekarang sering dikombinasikan dengan alat musik modern seperti gitar, perkusi, dan lain-lain. Karena Angklung dapat memainkan hampir semua jenis lagu seperti klasik, kontemporer, pop, serta mengiringi vokal. Disatu sisi, keistimewaan angklung adalah alat musik yang sangat menarik dibawakan secara masal, disisi lain permainan angklung yang baik akan tercipta bila diantara pemain terdapat kekompakan. Angklung yang dipertunjukan yaitu angklung toel dan angklung grand angklung, yaitu angklung yang bentuknya besar seperti piano. Pertunjukannya sangat bagus dan memukau, para penonton sangat terhibur.
Pertunjukan terakhir yaitu menari bersama, anak-anak Saung Angklung Udjo mengajak penonton bergembira dan menari bersama-sama. Dan setelah sesi menari bersama, para penonton diajak untuk berpoto bersama personil Saung Angklung Udjo. Namun saat sesi menari bersama banyak penonton yang langsung meninggalkan tempat pertunjukan dan ada yang kemudian langsung membeli souvenir sebagai oleh-oleh. Pertunjukan selesai pada pukul 16.45.
Pendapat pengunjung saat diwawancara tentang pertunjukan saung angklung udjo bahwa untuk orang awam ini merupakan pertunjukan yang luar biasa tidak bisa dilupakan, karena selain kita melihat, kita juga mendapat ilmu diberikan kesempatan untuk belajar angklung.
Hari pertama pertunjukan disaung angklung udjo lumayan terhibur dengan mc yang sangat pandai berbicara, pandai melihat situasi, intonasinya jelas, dapat memandu acara dengan sangat baik dan walaupun hanya sendiri, bisa mencairkan suasana. Sehingga penonton merasa terhibur dan enjoy dengan kemampuan komunikasinya yang sangat baik.
Tata pentas juga dekorasi Saung Angklung Udjo sangat keren, menarik dan mendukung pertunjukan yang disajikan, juga instrumen lainnya membuat panggung terlihat berkesan seperti gamelan, angklumng, arumba, dan lain-lain. Ciri khas Saung Angklung Ujo yaitu bambu.
Pendapat lain mengatakan, pertunjukan di Saung Angklung Udjo kurang memuaskan bagi konsumsi seniman. Karena masih ada beberapa yang kurang komplit dalam pertunjukan. Misalnya, dalam pertunjukan demonstrasi wayang golek tidak ada sinden dan tukang rebab memainkan dua peran yaitu sebagai alok dan pengrebab(harusnya hanya satu peran). Dan di pertunjukan helaran anak khitanan musik pengiringnya tidak memakai dog-dog atau benjang melainkan memakai gamelan. Tetapi kelebihannya pertunjukan di Saung Angklung Udjo cukup mewakili produk seni budaya yang ada di Indonesia. Khususnya menjadi icon tiap daerah, dan yang perlu diketahui bahwa dari Bambu segala rupa bisa di bentuk/ dibuat menjadi sebuah kreativitas. Misalnya angklung yang bisa masuk ke berbagai warna genre musik.
Hari Kedua Menonton Saung Angklung Udjo
Hari kedua tanggal 28 September 2019. Seperti biasa pertunjukan atau acara selalu diatur oleh Mc. Perbedaan Mc dari hari sebelumnya yaitu hari pertama hanya ada 1 orang mc( laki-laki), tetapi hari kedua ada dua orang mc (laki-laki dan perempuan). Sebagai pembukaan kami disajikan dengan musik tradisional gamelan, orang sunda menyebutnya dengan tatalu. Pada hari sabtu 28 september pukul 18.30-19.30. Hari ini penontonnya adalah dari sekolah. Hari ini saya sengaja melakukan observasi pada malam hari, hanya sekedar inin mengetahui perbedaan antara pertunjukan yang dilaksanakan sore hari dan malam hari.
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Pertunjukkan pertama yaitu, demonstrasi wayang golek. Wayang yang dipertunjukan adalah secara singkat, dan ceritanya masih menggantung. Hanya diakhir cerita terjadi perkelahian. Ceritanya tidak terlalu jelas. Hanya ngobrol biasa. Mungkin karena mengejar waktu jadi cerita masih menggantung menurut saya.
Pertunjukan kedua yaitu helaran. Bedanya helaran pada hari sebelumnya yaitu arak-arakannya dikuti oleh banyak anak-anak. Di hibur dengan aksi menari dari anak-anak saung angklung udjo. Helaran sering kali dimainkan untuk mengiringi upacara tradisional khitanan maupun pada saat upaccara panen padi.
Pertunjukan ketiga tari tradisional yaitu tari topeng yang berasal dari Cirebon. Tidak ada perdaan di hari sebelumnya hanya pergantian pemain saja. Diperagakan oleh 2 penari perempuan murid dari Saung Angklung Udjo.
Berbeda dengan hari sebelumnya beberapa pertunjukan ada yang di gabungkan karena selaras dan untuk mempersingkat waktu. Seperti pertunjukan angklung mini, arumba dan angklung masal nusantara. Ketiganya dimainkan untuk mengiringi lagu-lagu nusantara. Dan di dalamnya terdapat tarian nusantara persembahan dari anak-anak saaung angklung udjo. Seperti tarian Aceh, Dki Jakarta, Bali, Papua, dan lain-lain.
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Selanjutnya yaitu bermain angklung bersama. Seperti sebelumnya tidak ada yang berbeda setiap pengunjung diberi kesempatan untuk bermain angklung bersama. Namun yang sedikit berbeda yang memimpin atau mengarahkan dalam bermain angklung bukan dari kalangan sesepuh. Namun, Mc sendiri yang mengarahkan permainan angklung. Menurut saya konduktor pada hari kedua kurang begitu interaktif tidak seperti hari sebelumnya.
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Selanjutnya angklung orkestra. Disini yang membedakan adalah angklung yang di mainkan. Hari sebelumnya angklung yang dipakai adalah angklung toel dan grand angklung(bentuknya seperti piano). Namun sekarang yang dimainkan hanya 3 set angklung toel. Dimainkan oleh 3 orang pemain senior Saung Angklung Udjo yang sama seperti hari sebelumnya. Lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu klasik dari barat, yang dikombinasikan pula dengan alat modern seperti gitar, bass, kendang, drum,arumba,dan lain-lain. Pertunjukannya tidak ada yang berbeda tetap sama dan bagus seperti pertunjukan sebelumnya, hanya yang berbeda adalah pergantian posisi pemain angklung.
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Pertunjukan terakhir yaitu menari bersama. Anak-anak Saung Angklung Udjo mengajak para penonton menari bersama dengan di iringi musik angklung.
Pendapat pengunjung mengenai pertunjukan saung angklung udjo pada malam hari terasa kurang ramai. Ada dua faktor yang mempengaruhinya yaitu : Mc kurang bisa mengajak pengunjung dibandingkan yang pertunjukan pagi. Alasan lainnya yaitu banyak agenda yang di potong.
Hari Ketiga Menonton Saung Angklung Udjo
Hari ke-3 Jumat , 4 Oktober 2019, Pengunjung yang menonton yaitu anak sekolahan beserta ibu dan bapak gurunya. Mereka berasal dari SMP 5 Semarang. Pertunjukan dimulai pada jam 09.50 WIB. Namun sebelum itu mereka mengambil moment untuk berfoto bersama di depan panggung. Pengunjung sangat ramai dan bersorak riang gembira dengan menyanyikan yel-yel sekolah mereka. Setelah itu acara pun dimulai, Mc memberitahukan kepada pengunjung yang masih ada diluar untuk segera masuk ke gedung pertunjukan karena acara akan segera dimulai. Acara dimulai dengan dibuka oleh Mc dengan diiringi musik gamelan oleh para pengrawit. Mc kali ini adalah 2 orang wanita, murid dari saung angklung udjo. Mereka seperti biasa menyapa penonton. Lalu memulai dengan acra yang pertama yaitu demonstrasi wayang golek. Durasi wayang golek ini sekitar 10-15 menit. Cerita wayang golek awalnya ibing gatot kaca. Lalu setelah gatot kaca masuk di ikuti oleh cepot, dawala dan yang lainnya. Mereka berbincang-bincang setelah itu terjadi perdebatan atau perselisihan, lalu perang.dan akhirnya cepot menang. Pertunjukan wayang selesai.
Pertujukan kedua sama seperti sebelumnya helaran atau arak-arakan yang di iringi oleh musik angklung dan juga anak-anak kecil laki-laki dan perempuan yang menari berpasangan serta tarian lainnyapun ikut memeriahkan. Helaran ini sering kali dimainkan untuk mengiringi upacara tradisional khitanan maupun pada saat upacar panen padi. Angklung yang dimainkan adalah bernada Salendro/Pentatonis yaitu nada asli angklung. Hanya saja yang membedakannya adalah pergantian anak yang naik tandu berbeda pada hari sebelumnya.
Pertunjukan ketiga yaitu tari topeng.Pada hari sebelumnya tari topeng di peragakan oleh 2 orang penari. Namun pada hari ini hanya ada satu penari.
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Pertunjukan selanjutnya yaitu angklung masal nusantara yang ditampilkan oleh murid-murid saung angklung udjo senior dan junior. Pada sesi ini disajikan beberapa musik dari berbagai daerah di Indonesia seperti, Jakarta, bali, Sumatra, papua. Namun biasanya diiringi oleh penari, tetapi hari ini tidak di iringi oleh penari. Hanya musik angklung saja dan gerakan sederhana dari anak-anak saung angklung udjo.
Selanjutnya yaitu bermain angklung bersama. Seperti biasa penonton diberi angklung yang telah disediakan. Bermain sesuai instruksi. Kali ini dari Mc sendiri. Lagu yang dimainkan tidak begitu banyak.
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila) |
Pertunjukan terakhir yaitu angklung orkestra. Angklung yang dikombinasikan dengan alat musik modern seperti gitar, bass, dan alat perkusi. Lagu yang dimainkan adalah klasik, kontemporer, pop dan iringan vokal. Namun kali ini, bapak guru ikut turun ke panggung ( kaul) untuk menari dan bernnyanyi bersama. Lagu yang dinyanyikan adalah lagu dangdut.Lalu setelah itu anak-anak saung angklung udjo mengajak penonton untuk menari bersama turun ke panggung. Pertunjukan selesai pada pukul 11.30.
Pertunjukan pada hari ini kurang begitu memuaskan karena personil yang sedikit dan beberapa reportoar lagu yang di kurangi. Dan Tidak ada orang macanegara yang menonton karena mereka mengambil jam di sore hari.
Kritikan dari hari pertama, kedua dan ketiga para penampil yang ada di Saung Angklung Udjo ekpresinya flat semua, yang senyum hanya Mc. Jadi terkesan seperti tidak bergairah dalam bermain. Itu sangat berpengaruh untuk papresiator karena mereka kurang antusias dalam penampilannya dan tidak sepenuh hati.
Itu adalah pengalaman saya yang sempat saya tuliskan ketika nonton pertunjukan di Saung Angklung Udjo tahun 2019. Mungkin pertunjukan di tahun sekarang sudah jauh berbeda, saya belum mengunjunginya lagi. Terimakasih yang sudah membaca catatan dulu saya, yang baru saya publikasikan hari ini, saya bahkan tidak mengeditnya karena biarlah tulisan saya dulu menjadi kenangan perjalanan saya menulis.
Salam Sehat, Salam Bahagia, Salam Literasi...😊🙏
Posting Komentar