wYDCW47if6cKleiypRwqUq9HZh2kI0aAhad9DlQd
Bookmark

Catatanku: Kunjungan Ke Saung Angklung Udjo Tahun 2019

saung angklung udjo, review

Oleh: Euis Karmila
sangitaharmoni.com- Saung Angklung Udjo dibangun pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena atau juga dikenal sebagai Mang Udjo bersama dengan istrinya, Uum Sumiati, dengan tujuan melestarikan seni dan budaya tradisional Sunda. Udjo Ngalagena merupakan seorang seniman angklung yang berasal dari Jawa Barat. Lahir pada tanggal 5 Maret 1929.  Udjo Ngalagena merupakan anak keenam dari pasangan Wiranta dan Imi. Udjo Ngalagena sudah mengenal kesenian angklung dengan akrab sejak berumur 4 tahun. Selain angklung, Udjo Ngalagena juga mendalami seni bela diri tradisional yaitu pencak silat, gamelan, kecapi, dan juga lagu-lagu daerah berbahasa Indonesia dan Belanda. Karena itu tidak hanya menyajikan pertunjukan angklung, namun juga berbagai macam kesenian khas Jawa Barat. Dari pengalamannya berkesenian pada masa kecil akhirnya Udjo terinspirasi untuk mendirikan Saung Angklung Udjo. Sepeninggal Udjo Ngalagena pada tanggal 03 Mei 2001, tempat wisata ini tetap diteruskan oleh para putra-putri Udjo Ngalagena sehingga Saung Angklung Udjo tetap ramai dengan pengunjung yang ingin menyaksikan keindahan kesenian tradisional daerah.

Dikutip dari angklung-udjo.co.id Saung Angklung Udjo  merupakan sebuah tujuan wisata budaya dan edukasi yang lengkap, karena memiliki arena pertunjukan, pusat kerajinan bambu dan workshop untuk alat musik bambu. Disamping itu, kehadiran Saung Angklung Udjo di Bandung menjadi lebih bermakna karena kepeduliannya untuk terus melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Sunda – khususnya Angklung – kepada masyarakat melalui sarana pendidikan dan pelatihan. Berikut ini adalah pengalaman saya selama 3 hari menyaksikan pertunjukan Saung Angklung Udjo pada tahun 2019. 

Hari Pertama Menonton Saung Angklung Udjo

Hari pertama saya melakukan observasi di Saung Angklung Udjo, pada tanggal 24 September 2019 tempatnya di Jalan Padasuka  No. 118, Pasirlayung, Kec. Cibeunying Kidul, Kota Bandung Jawa Barat. Sekaligus pengalaman pertama saya menonton di Saung Udjo.  Untuk harga tiketnya sendiri  yaitu untuk anak Rp.50.000, dewasa Rp.70.000 , sementara khusus untuk  tiket  internasional untuk anak Rp.70.000, dewasa 110.000.  Ketika membeli tiket pengunjung diberi brosur dan kalung bergantel angklung yang merupakan icon Saung Angklung Udjo, dan diberi juga air minum/es.
saung angklung udjo, review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Pertunjukan dimulai pada pukul 15.30.  Disana banyak orang-orang dari mancanegara yang mengapresiasi pertunjukan di saung udjo. Mereka  sangat  antusias untuk mengapresiasi pertunjukan  yang ada di Saung Angklung Udjo.  Ketika saya masuk ke dalam Saung Udjo, kebanyakan  yang menonton dominannya adalah dari mancanegara. Walaupun begitu, tidak sedikit juga penonton dari  daerah Bandung.  Kebanyakan dari mereka adalah manusia lanjut usia. Sedangkan dari mancanegara, yang menonton dari mulai anak kecil sampai manula, mereka sangat mengapresiasi pertunjukan di Saung Angkung Udjo. 
saung angklung udjo, review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Saat pertunjukan akan dimulai, MC  mengiformasikan kepada pengunjung untuk  memasuki area  pertunjukan, karena pertunjukan akan segera dimulai. Lalu, pengunjung pun masuk dengan ekspresi tidak sabar dan mereka bersorak gembira  ketika pertunjukan dimulai.  Dalam pertunjukan awal, dimulai dengan memainkan instrumen gamelan,  kalau dalam karawitan  di  Sunda dikenal dengan istilah ‘’Tatalu’’. Sebagai awalan para nayaga atau pangrawit  memainkan gamelan yang didalamnya terdapat saron, boning, rincik, kenong, goong, demung, peking,gambang dan juga pemain rebab. Kebanyakan nayaga yang memainkan gamelan adalah  anak-anak muda yang merupakan murid dari Saung Angklung Udjo, beberapa dari kalangan sepuh.  Tampak jelas bahwa turis dari mancanegara sangat menyukai musik gamelan. Ekspresi yang terlihat ketika mereka mendengarkan suara gamelan tampak tenang dan tersenyum. Ini secara tidak langsung musik  ada untuk  menghibur  diri banyak orang  juga sebagai terapi.

Sebelum  acara demi acara dimulai, Mc membuka acara dengan sambutan-sambutan kepada penonton. Mc lalu menyapa penonton. Penonton disini berasal dari berbagai Negara  yaitu  Malaysia, Kamboja, Filipina,  China, Taiwan, Hongkong, Korea,  Jepang , Australia,  Kanada, Amerika, dan Jerman. Sebelum pertunjukan dimulai, mc memberikan informasi sedikit tentang sejarah awal mula didirikannya Saung Angklung Udjo dengan menggunakan bahasa Ingggris dan kemudian menerjemahkannya ke dalam  bahasa  Indonesia. 

saung angklung udjo, review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Bahwa Saung  Angklung Udjo,  didirikan  tahun  1966 oleh  Udjo Ngalagena(Alm) yang akrab dengan sebutan  Mang Udjo  dan  istrinya, Uum Sumiati. Saung Angklung Udjo (SAU)  merupakan sanggar seni  sebagai  tempat pertunjukkan seni, laboratorium  pendidikan sekaligus  sebagai objek wisata budaya  khas daerah  Jawa Barat dengan  mengendalikan  semangat  gotong royong  antar sesama  warga desa. SAU berusaha  mewujudkan cita-cita  dan harapan  Abah Udjo   (Alm) yang atas  kiprahnya dijuluki  sebagai Legenda Angklung, yaitu   Angklung sebagai seni  dan identitas  dan  identitas budaya  yang membanggakan:

‘’ Udjo Ngalagena  mendapat pesan dari Bapak Angklung Dunia,  Daeng Soetigma ( Alm), untuk  meneruskan  misalnya  memperkenalkan ANGKLUNG  ke semua  orang  di seluruh dunia  agar dikenal  dimana-mana, dengan sebuah  gagasan bahwa  melalui penampilan kesenian musik  ANGKLUNG, akan  dapat membantu  mendorong  terciptanya kedamaian  di dunia, yang  kita cintai  dan kita tinggali ini.’’ Pertunjukan  bambu Saung Angklung Udjo terdiri dari   demonstrasi wayang golek, helaran, tari tradisional, angklung mini, arumba, angklung masal nusantara, bermain angklung bersama, angklung orkestra, dan menari bersama.

Pertunjukan   pertama diawali dengan demonstrasi wayang golek. Wayang golek  khas tanah sunda yaitu pementasan  sandiwara boneka  kayu   yang menyerupai  badan manusia  dengan kostumnya, yang pada mulanya sering dipentaskan sebagai bagian dari upacara – upacara adat, seperti upacara bersih desa, ngaruwat, dan lain-lain, oleh seorang Dalang. Ditinjau dari filsafatnya, kata wayang berarti  bayangan, merupakan pencerminan  dari sifat  dalam jiwa manusia, seperti angkara murka, kebajikan, serakah, dan lain-lain. Dalam setiap pementasannya, wayang selalu  membawa pesan moral  agar kita selalu patuh  pada Pencipta  dan berbuat baik terhadap sesama. Siapa menanam kebaikan, maka ia akan menuai kebahagiaan, dan  barang siapa  melakukan kejahatan, maka ia akan menanggung akibatnya.

Berbeda dengan pementasan wayang golek pada umumnya  berlangsung 7jam, yaitu pada malam hari, semalam suntuk sekitar pukul 20.00-21.00 hingga pukul 04.00. Di Saung Udjo,pertunjukan wayang golek hanya berlangsung sekitar 15 menit dan yang akan ditampilkan  demonstrasi  wayang golek, antara lain  peragaan bagaimana wayang berbicara, menari  dan berkelahi. Namun ada kekurangan nya disini adalah dalam pertunjukan biasanya wayang golek selalu ada sinden  namun  yang saya lihat disini  tidak  ada dan tukang rebab yang bernyanyi. Menurut saya seharusnya tukang rebab fokus  saja pada tugasnya sebagai pengrebab bukan sebagai  sinden apalagi alok. Karena  patokan sinden dan alok  bergantung kepada tukang rebab. Disini  nilai estetikanya  yang menjadi kekurangan karena ketidak lengkapan personil membuat  pertunjukan menjadi hambar seperti sayur tanpa garam.

Pertunjukkan wayang yang ada di Saung Angklung Udjo kurang mengesankan menurut saya. Karena pada saat pertunjukan dalang tidak menyebutkan lakon cerita wayang yang dipertunjukan. Karena memang tujuannya hanya sekilas saja seperti memperagakan wayang ketika menari, berbicara, bernyanyi, dan berkelahi.  Juga alur cerita yang dimainkan tidak teratur. Kalau menurut orang Sunda” Sakahayang  dalang weh” artinya terserah dalang. Jadi tidak terpaku oleh cerita-cerita wayang yang sering dipertunjukan. Namun ini terkesan hanya sebagai hiburan saja.Tetapi mungkin menurut orang awam itu sangat menghibur, ketika dalang membuat lelucon menggunakan wayang sebagai perantaranya.  Namun, jika yang menonton adalah mereka para seniman pertunjukan ini  tidak memuaskan. Karena otomatis, seniman hafal titik kekurangan dalam pertunjukan wayang tersebut. Namun, jika hanya sekilas saja pertunujukan wayang di Saung Angklung Udjo sudah mewakili pertunjukan wayang yang sebenarnya.

Pertunjukan yang kedua yaitu  helaran. Helaran  seringkali dimainkan untuk mengiringi  upacara  tradisional khitanan  maupun  pada saat  upacara panen padi. Helaran yang di pertunjukan di Saung Angklung Udjo  adalah arak-arakan yang diiringi permainan angklung serta berbagai tarian tradisional ikut menyertainya dan semua yang terlibat dalam pertunjukan tersebut adalah anak- anak kecil TK, SD, SMP berberapa orang dewasa juga ikut bermain. Angklung yang digunakan adalah angklung dengan  salendro/pentatonis  yaitu nada asli angklung  Sunda yang terdiri atas Da Mi Na Ti La Da.  Helaran ini sendiri  dimainkan dengan nada  yang riang  gembira, karena memang ditunjukan untuk  menghibur dan  untuk menunjukan rasa syukur  pada Tuhan Yang Maha Esa  atas segala berkat.  

Pertunjukannya bagus namun anak-anak tidak terlihat senyum pada saat pertunjukan dimulai. Ekapresi mereka sangat datar.Itu sangat mempengaruhi kesan pada apresiator. Kesannya mereka tidak bersemangat dan  itu menjadi penilaian yang minus dari penonton.

Pertunjukan yang ketiga yaitu  tari tradisional. Tarian  yang dipertunjukan disini adalah tari topeng. Yang di peragakan oleh dua anak remaja. Tarian yang disajikan adalah cuplikan  dari pola-pola tarian klasik topeng  kandaga, yaitu  rangkaian  tari topeng  gaya parahyangan  yang menceritakan  Ratu Kencana Wungu yang dikejar-kejar oleh Prabu Menakjingga yang tergila-gila padanya. Tarian ini terbagi atas dua babak. Babak pertama (tanpa topeng) : Layang Kumintir, pembawa  berita untuk  Ratu Kencana Wungu  dari  Majapahit, yang sedang menyelidiki  keadaan di kerajaan Blambangan. Babak kedua (memakai topeng): Layang  kumintir menyamar  menjadi seorang pria  gagah perkasa  untuk melawan Prabu Menakjingga. Topeng tersebut  mewakili  karakter perwatakan manusia. Menakjingga  keindahan burung tersebut, hal ini merupakan salah satu  tarian kreasi baru yang menggambarkan merak yang sedang bercengkramadi taman. Tarian ini menumpahkan imajinasi  kehidupan merak  dalam bentuk tata gerak tarian. Tari Merak merupakan salah satu tarian kreasi baru dari daerah Jawa Barat  yang mengekspresikan  gerak-gerik  burung merak  yang lincah dalam keindahan warna bulunya yang menawan.

Pertunjukan tari topeng  yang disajikan oleh 2 penari. Mereka adalah murid dari Saung Angklung Udjo yang masih remaja. Mereka menari dengan baik dengan gamelan sebagai musik pengiringnya.

Pertunjukan yang keempat yaitu angklung mini. Angklung-angklung  berukuran minimalis ini tidak hanya dipakai  sebagai hiasan, namun  dapat untuk memainkan lagu-lagu sederhana.  Di Saung Angklung Udjo angklung-angklung minimalis dimainkan oleh anak-anak kecil  yang berjumlah 24 orang dan beberapa orang dewasa  dan di iringi oleh  arumba , gitar dan alat perkusi   seperti drum. Disini hanya perkenalan angklung diatonis 1 oktaf serta mengajak para penonton untuk ikut bernyanyi bersama-sama. Lagu yang dimaikan adalah lagu anak-anak seperti lagu Boneka Abdi ,The Song of Do Re Mi, dan Melati Kenanga.   Berikut  adalah lirik lagunya:

‘’ Boneka Abdi’’

Abdi Teh ,Ayeuna Gaduh Hiji Boneka

Teu Kinten Saena Sareng Lucuna

Ku Abdi Diacukan, Acukna Sae Pisan 

Cik Mangga Tingali Boneka Abdi


‘’ The  Song of  Do Re Mi’’

Do (Doh) A Deer A Female Deer

Re (Ray) A Drop Of Golden Sun

Mi (Me) A Name  I Call  Myself

Fa (Far) A Long Way  To Run 

Sol ( Sew) A Needle Pulling Thread

La ( Lo) A Note To Follow 

Ti (Tea) A Drink  With Jam And Bread 

That We Bring Us Back To Doh..Doh…Doh…Doh…Doh


‘’Melati Kenanga’’

Melati Kenanga  Mawar Burung Cempaka

Dahlia Kamboja Semua Bunga

Sungguh Elok Rupanya Serta  Harum Baunya

Melati Kenanga  Semua Bunga 

Pertunjukan yang kelima adalah   permainan arumba . Arumba  adalah alat musik tradisional terbuat dari bambu  bertangga nada diatonis, dengan tetap menghasilkan  nada yang harmonis dan dinamis. Diciptakan pada tahun 1970-an, ARUMBA merupakan singkatan dari  Alunan Rumpun Bambu. Disini yang bermain adalah  murid  senior dari Saung Angklung Udjo. Musik yang dimainkan adalah dari berbagai genre seperti klasik, pop, dangdut dan lain-lain. Pertunjukannya sangat bagus dan para penonton sangat terhibur  dengan penampilannya.

Pertunjukan keenam adalah angklung masal nusantara.  Angklung masal nusantara merupakan miniatur kebudayaan yang ada di Indonesia, ditampilkan  oleh murid-murid  Saung Angklung Udjo  senior  dan  junior. Pada sesi ini disajikan beberapa buah laguu, pakaian adat  serta tarian yang berasal dari berbagai daerah. Pertunjukannya bagus cumin ekspresi anak-anak yang datar tidak terlihat senyum saat sedang  tampil. Namun penonton sangat terhibur dengan gerakan tari anak-anak yang polos, lugu, sehingga terlihat menggemaskan. 

Pertunjukan ketujuh adalah bermain angklung bersama. Disini penonton diajak untuk bermain angklung bersama yang telah disediakan  disana. Permainan angklung yang baik akan tercipta bila diantara pemain terdapat kekompakan.  Agar melodi dalam lagu dapat mengalir dengan indah dan terus berkesinambungan. Kami selaku penonton diberi kesempatan mencoba memainkan angklung sangat antusias dan merasa senang diberi kesempatan ikut bermain. Permainan angklung dipimpin oleh seorang konduktor, beliau adalah anak dari  Daeng Soetigna. Cara bermainnya yaitu dengan membunyikan angklung sesuai nomor yang ada di angklung dipimpin oleh seorang konduktor. Tampak bahwa penonton sangat senang dan beberapa yang tegang karena mungkin takut salah dan kebanyakan penonton disana adalah manula, dan kehilangan focus pasti ada saja. Walaupun begitu konduktor   membuat suasana menjadi lebih hidup dengan mencairkan suasana ketika ada yang salah membunyikan angklung. Lagu yang dimainkan  beberapa lagu asing dan beberapa lagu dari Indonesia. Kurang lebih  sekitar 20 menit kami bermain angklung.  Setelah itu, angklung diambil kembali oleh murid saung angklung udjo dan tidak di bawa pulang.

Pertunjukan kedelapan yaitu angklung orkestra. Angklung sekarang sering dikombinasikan dengan alat musik modern seperti gitar, perkusi, dan lain-lain. Karena Angklung dapat memainkan  hampir semua jenis lagu seperti klasik, kontemporer, pop, serta mengiringi vokal. Disatu sisi, keistimewaan angklung adalah alat musik yang sangat menarik dibawakan secara masal, disisi lain  permainan angklung yang baik akan tercipta bila diantara pemain terdapat kekompakan. Angklung yang dipertunjukan yaitu angklung toel dan angklung grand angklung, yaitu angklung yang bentuknya besar seperti piano. Pertunjukannya sangat bagus dan memukau, para penonton sangat terhibur.

Pertunjukan terakhir yaitu menari bersama, anak-anak Saung Angklung Udjo mengajak penonton bergembira dan menari  bersama-sama. Dan setelah sesi menari bersama, para penonton diajak untuk berpoto bersama personil Saung Angklung Udjo. Namun saat sesi menari bersama  banyak penonton yang langsung meninggalkan tempat pertunjukan dan ada yang kemudian langsung membeli souvenir sebagai oleh-oleh. Pertunjukan selesai pada pukul 16.45.

Pendapat pengunjung saat diwawancara tentang pertunjukan saung angklung udjo bahwa untuk orang awam ini merupakan pertunjukan yang luar biasa tidak bisa dilupakan, karena selain kita melihat, kita juga mendapat ilmu diberikan kesempatan untuk belajar angklung.

Hari pertama pertunjukan disaung angklung  udjo  lumayan terhibur dengan mc yang sangat pandai berbicara, pandai melihat situasi, intonasinya jelas, dapat memandu acara dengan sangat baik  dan walaupun hanya  sendiri,  bisa mencairkan suasana.  Sehingga  penonton merasa terhibur  dan enjoy dengan kemampuan komunikasinya yang  sangat baik.

 Tata pentas juga dekorasi  Saung Angklung Udjo  sangat keren, menarik dan mendukung pertunjukan yang disajikan, juga instrumen lainnya membuat panggung terlihat berkesan  seperti  gamelan,  angklumng, arumba, dan lain-lain. Ciri khas Saung Angklung Ujo yaitu bambu.

Pendapat lain mengatakan, pertunjukan di Saung Angklung Udjo kurang memuaskan bagi konsumsi seniman. Karena masih ada  beberapa yang kurang  komplit dalam pertunjukan. Misalnya, dalam pertunjukan demonstrasi wayang golek tidak ada sinden dan tukang rebab memainkan dua peran yaitu sebagai alok dan pengrebab(harusnya hanya satu peran). Dan di pertunjukan  helaran anak khitanan musik pengiringnya tidak memakai dog-dog atau benjang melainkan memakai gamelan. Tetapi kelebihannya pertunjukan di Saung Angklung Udjo cukup mewakili produk seni budaya yang ada di Indonesia. Khususnya  menjadi icon tiap daerah, dan yang perlu diketahui bahwa dari  Bambu  segala rupa bisa di bentuk/ dibuat menjadi sebuah kreativitas. Misalnya angklung yang bisa masuk ke berbagai  warna  genre musik.

Hari Kedua Menonton Saung Angklung Udjo

Hari kedua tanggal 28 September 2019. Seperti biasa pertunjukan atau acara selalu  diatur oleh Mc. Perbedaan Mc dari hari sebelumnya yaitu hari pertama hanya ada 1 orang mc( laki-laki), tetapi hari kedua ada dua orang  mc (laki-laki dan perempuan). Sebagai pembukaan kami disajikan dengan musik tradisional gamelan, orang sunda menyebutnya dengan tatalu. Pada hari sabtu 28 september pukul 18.30-19.30. Hari ini penontonnya adalah dari sekolah. Hari ini saya sengaja  melakukan observasi pada malam hari, hanya sekedar inin mengetahui perbedaan antara pertunjukan yang dilaksanakan sore hari dan malam hari.

saung angklung udjo, review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Pertunjukkan pertama yaitu, demonstrasi wayang golek. Wayang yang dipertunjukan adalah secara singkat, dan ceritanya masih menggantung. Hanya diakhir cerita terjadi perkelahian. Ceritanya tidak terlalu jelas. Hanya ngobrol biasa. Mungkin karena mengejar waktu jadi cerita masih menggantung menurut saya. 

Pertunjukan kedua yaitu helaran. Bedanya helaran pada hari sebelumnya yaitu arak-arakannya dikuti oleh banyak anak-anak. Di hibur dengan aksi menari dari anak-anak saung angklung udjo. Helaran sering kali dimainkan untuk mengiringi upacara tradisional khitanan maupun pada saat upaccara panen padi.

Pertunjukan ketiga  tari tradisional yaitu tari topeng yang berasal dari Cirebon. Tidak ada perdaan di hari sebelumnya hanya pergantian pemain saja. Diperagakan oleh 2 penari perempuan murid dari  Saung Angklung Udjo.

Berbeda dengan hari sebelumnya beberapa pertunjukan ada yang di gabungkan karena selaras dan untuk  mempersingkat waktu. Seperti pertunjukan angklung mini, arumba dan angklung masal nusantara. Ketiganya dimainkan untuk mengiringi  lagu-lagu nusantara. Dan di dalamnya terdapat  tarian nusantara persembahan dari anak-anak saaung angklung udjo. Seperti tarian  Aceh, Dki Jakarta, Bali, Papua, dan lain-lain.

saung angklung udjo, review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Selanjutnya yaitu bermain angklung bersama. Seperti sebelumnya  tidak ada yang  berbeda setiap pengunjung diberi kesempatan untuk bermain angklung bersama. Namun yang sedikit berbeda yang memimpin atau mengarahkan dalam bermain angklung bukan dari kalangan sesepuh. Namun, Mc sendiri yang mengarahkan permainan angklung. Menurut saya konduktor pada hari kedua kurang begitu interaktif tidak seperti hari sebelumnya.

saung angklung udjo, review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

saung angklung udjo, review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Saung Angklung Udjo, Review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Saung Angklung Udjo, Review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Saung Angklung Udjo, Review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Selanjutnya angklung orkestra. Disini yang membedakan adalah angklung yang di mainkan. Hari sebelumnya angklung yang dipakai adalah angklung toel dan grand angklung(bentuknya seperti piano). Namun sekarang yang dimainkan hanya 3 set angklung toel. Dimainkan oleh 3 orang pemain senior Saung Angklung Udjo yang sama seperti hari sebelumnya. Lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu klasik dari barat, yang dikombinasikan pula dengan  alat modern seperti gitar, bass, kendang, drum,arumba,dan lain-lain. Pertunjukannya  tidak ada yang berbeda tetap sama dan bagus seperti pertunjukan sebelumnya,  hanya yang berbeda adalah pergantian posisi pemain angklung.

saung angklung udjo, review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Pertunjukan terakhir yaitu  menari bersama. Anak-anak  Saung Angklung Udjo mengajak para penonton menari bersama dengan di iringi musik angklung.

Pendapat  pengunjung mengenai pertunjukan saung angklung udjo pada malam hari  terasa kurang ramai. Ada dua faktor yang mempengaruhinya yaitu :  Mc kurang bisa mengajak pengunjung dibandingkan yang pertunjukan pagi. Alasan lainnya  yaitu banyak agenda yang di potong.

Hari Ketiga Menonton Saung Angklung Udjo

Hari ke-3  Jumat , 4 Oktober 2019, Pengunjung yang menonton  yaitu anak sekolahan beserta ibu dan bapak gurunya. Mereka berasal dari SMP 5 Semarang.  Pertunjukan dimulai pada jam 09.50 WIB.  Namun sebelum itu mereka mengambil moment untuk berfoto bersama di depan panggung. Pengunjung sangat ramai dan bersorak riang gembira dengan menyanyikan yel-yel sekolah mereka. Setelah itu acara pun dimulai, Mc memberitahukan kepada pengunjung yang masih ada diluar untuk segera masuk ke gedung pertunjukan karena acara akan segera dimulai. Acara dimulai dengan dibuka oleh Mc dengan diiringi musik gamelan oleh para pengrawit. Mc kali ini adalah 2 orang wanita, murid dari saung angklung udjo. Mereka seperti biasa  menyapa penonton.  Lalu memulai dengan acra yang pertama yaitu demonstrasi wayang golek. Durasi wayang golek ini sekitar 10-15 menit. Cerita wayang golek awalnya ibing gatot  kaca. Lalu setelah gatot kaca masuk di ikuti oleh cepot, dawala dan yang lainnya. Mereka berbincang-bincang setelah itu terjadi perdebatan atau perselisihan, lalu perang.dan akhirnya cepot menang. Pertunjukan wayang selesai. 

Pertujukan kedua sama seperti sebelumnya helaran atau arak-arakan yang di iringi oleh musik angklung dan juga anak-anak kecil laki-laki dan perempuan yang menari berpasangan serta tarian lainnyapun ikut memeriahkan.  Helaran ini  sering kali dimainkan  untuk  mengiringi upacara tradisional  khitanan maupun  pada saat upacar panen padi. Angklung yang dimainkan adalah bernada Salendro/Pentatonis yaitu  nada asli angklung. Hanya saja yang membedakannya adalah pergantian anak yang naik tandu  berbeda pada hari sebelumnya.

Pertunjukan ketiga yaitu tari topeng.Pada hari sebelumnya tari topeng di  peragakan oleh 2 orang penari. Namun pada hari ini hanya ada satu penari.

Saung Angklung Udjo, Review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Saung Angklung Udjo, Review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Saung Angklung Udjo, Review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Saung Angklung Udjo, Review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Saung Angklung Udjo, Review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)
Pertunjukan keempat  yaitu arumba (alunan rumpun bambu). Sebuah  inovasi baru dari   angklung konvensional  yang diciptakan Kang Yayan, yang merupakan anak ke-6  dari Udjo Ngalagena. Bentuknya seperti piano bertangga nada diatonis, dan bisa memainkan musik dari berbagai genre. Seperti klasik, pop, dangdut,melayu,keroncong, dan sebagainya.

Pertunjukan selanjutnya yaitu angklung masal nusantara yang ditampilkan oleh murid-murid saung angklung udjo  senior dan junior. Pada sesi ini disajikan beberapa musik dari berbagai daerah di Indonesia seperti, Jakarta, bali, Sumatra, papua. Namun biasanya diiringi oleh penari, tetapi hari ini tidak di iringi oleh penari. Hanya musik angklung saja dan gerakan sederhana dari anak-anak saung angklung udjo.

Selanjutnya yaitu bermain angklung bersama. Seperti biasa penonton diberi angklung yang telah disediakan. Bermain sesuai instruksi. Kali ini dari  Mc sendiri.  Lagu yang dimainkan tidak begitu banyak.

Saung Angklung Udjo, Review
Saung Angklung Udjo (Dok. Euis Karmila)

Pertunjukan terakhir yaitu angklung orkestra. Angklung yang dikombinasikan dengan alat musik modern seperti gitar, bass, dan alat perkusi. Lagu yang dimainkan adalah  klasik, kontemporer, pop dan iringan vokal. Namun kali ini, bapak guru ikut turun ke panggung ( kaul) untuk menari dan bernnyanyi bersama. Lagu yang dinyanyikan adalah lagu dangdut.Lalu setelah itu  anak-anak saung angklung udjo mengajak penonton  untuk menari bersama turun ke panggung. Pertunjukan selesai pada pukul 11.30.

Pertunjukan pada hari ini  kurang begitu memuaskan  karena personil yang sedikit dan beberapa reportoar lagu yang di kurangi. Dan Tidak ada orang macanegara yang menonton  karena mereka mengambil jam di sore hari.

Kritikan dari hari pertama, kedua dan ketiga  para penampil  yang ada di Saung Angklung Udjo  ekpresinya  flat semua, yang senyum hanya Mc. Jadi terkesan  seperti tidak bergairah  dalam bermain. Itu sangat berpengaruh  untuk  papresiator  karena mereka  kurang antusias  dalam penampilannya dan tidak sepenuh hati.

Itu adalah pengalaman saya yang sempat saya tuliskan ketika nonton pertunjukan di Saung Angklung Udjo tahun 2019. Mungkin pertunjukan di tahun sekarang sudah jauh berbeda, saya belum mengunjunginya lagi. Terimakasih yang sudah membaca catatan dulu saya, yang baru saya publikasikan hari ini, saya bahkan tidak mengeditnya karena biarlah tulisan saya dulu menjadi kenangan perjalanan saya menulis. 

Salam Sehat, Salam Bahagia, Salam Literasi...😊🙏








Posting Komentar

Posting Komentar