Oleh: Euis Karmila
sangitaharmoni.com-Acara Riksa Budaya Jawa Barat tahun ini diselenggarakan di Taman Cerdas Surawisesa Purwakarta pada tanggal 26 Agustus 2023. Acara ini dimeriahkan dengan menyuguhkan penampil dari berbagai kebudayaan yang ada di Jawa Barat. Salah satunya adalah kesenian domyak, penca, tari tradisi dari berbagai sanggar, tarian kolaborasi, wayang golek dan sebagainya. Walaupun cuaca panas, tetapi antusiasme penonton atau apresiator yang datang dari berbagai daerah bukan hanya dari kalangan orang tua, tetapi dari semua kalangan seperti anak sekolah dan remaja. Sehingga tempat tersebut ramai bukan hanya ramai penonton tetapi juga ramai pedagang yang berjualan bermacam-macam kuliner.
Selain itu juga disuguhkan dengan bincang budaya sebagai amunisi melihat perkembangan budaya pada masa kini. Dan puncak acaranya yaitu pada malam hari yang dihadiri oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Dalam rangka ikut berpartisipasi meramaikan acara Riksa Budaya Jawa Barat, Pascasarjana ISBI Bandung, selain memutar video karya penciptaan dari mahasiswa -mahasiswa pascasarjana, juga menampilkan perwakilan mahasiswa untuk tampil secara langsung di panggung.
Karya yang disajikan berjudul Tri Sri Aspoka. Dengan sinopsis karya:
(Penari wanita: Dwi Yulisa, Nina Retnawati dan Pengrebab wanita : Euis)
Dalam karya tersebut memang berbeda dari karya-karya yang lainnya yang memakai banyak iringan musik. Karya ini menyajikan solois Rebab Sunda, tanpa iringan musik apapun, hanya murni suara rebab dan gerak eksplor penari yang kontras. Ketika hal tidak biasa dilakukan tentu akan menjadi aneh bagi sebagian orang. Karena itu, penonton atau apresiator akan melihat dari berbagai sisi menjadi lebih fokus karena hanya tiga orang pemain. Berbeda jika ramai dan gerakan sama, terkadang fokus penonton bisa hanya pada salah satu, karena tidak akan fokus ke semua personil. Tetapi pada karya Tri Sri Aspoka ini, suasana menjadi hening dan penonton fokus pada penampil, sehingga lebih memancing rasa penasaran penonton.
Tetapi dalam karya ini, kenapa hanya ada rebab saja? mungkin sebagian orang akan berpikir ini terlalu garing, tidak rame, apa uniknya, apakah tidak ada pemain lain? atau mungkin sebagian orang akan berpikir kenapa wanita semua? oh mungkin ingin mengangkat feminisme, dan sebagainya komentar lainnya.
![]() |
Tri Sri Aspoka |
Pada hakikatnya, semua orang bebas menginterpretasi apa yang ada dibenak kepala setiap orang berbeda-beda dan tidak akan sama. Itupun hak mereka sebagai apresiator untuk menilai performa yang terjadi dipanggung seperti apa. Hal yang dianggap biasa karena faktor sudah sering dan umum dilakukan, tetapi ketika hal tidak biasa dilakukan terkadang membuat orang berpikir heran bahkan aneh. Karena standarisasi setiap orang dalam menilai suatu karya akan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman, karena itulah saling tolerasi dengan budaya yang berkembang di masyarakat sangat diperlukan. Karena untuk ranah akademisi Sekolah Seni bukan hanya persoalan pakem yang diutamakan tapi tuntutan zaman yang mengaruskan seni tradisi tetap harus eksplor, beradaptasi dengan lingkungan baru, bukan berarti menghilangkan yang lama. Budaya lama tetap dilestarikan, karena budaya baru akan terus berkembang. Dalam karya Tri Sri Aspoka tersebut juga tetap menampilkan motif-motif baik itu gaya atau gerakan tradisi, bahkan melodi-melodi solois yang dimainkan rebab tetap menunjukan jati diri Kesundaannya.
Penampilan Karya Tri Sri Aspoka, Mahasiswa Pascasarjana ISBI Bandung dalam Riksa Budaya Jawa Barat adalah sebagai salah satu bentuk sosialisasi atau pengenalan kepada masyarakat khususnya remaja-remaja yang ingin berkarya jangan takut mencoba. Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Tetap semangat dalam berkarya, sebuah pembuktian bahwa perempuan bisa berkarya bukan karena menentang kodratnya, tapi karena dirinya sendiri yang punya kemauan belajar yang besar.
Tetap semangat perempuan-perempuan dalam berkarya jangan takut untuk mencoba.😇💪🙏
Posting Komentar