wYDCW47if6cKleiypRwqUq9HZh2kI0aAhad9DlQd
Bookmark

Manusia Dan Perkembangannya Dalam Perspektif Psikologi

 

Manusia dan Perkembangannya, Perspektif Psikologi

Oleh: Euis Karmila
sangitaharmoni.com
Keadaan manusia disekitarnya dapat mengalami perubahan-perubahan perilaku dari waktu-ke waktu. Sehingga hal tersebut sangat mempengaruhi kemampuan-kemampuan  yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Beberapa pendapat-pendapat dapat mempengaruhi perkembangan manusia. Pendapat-pendapat  tersebut menimbukkan teori  mengenai perkembangan manusia. Teori-teori perkembangan tersebut adalah nativisme. empirisme dan konvergensi. Berikut ini adalah penjelasan teori-teri tersebut. 

Teori Nativisme

Teori ini menyatakan bahwa perkembangan manusia itu akan ditentukan oleh faktor-faktor nativus, yaitu faktor-faktor keturunan yang merupakan faktor-faktor yang dibawa oleh individu pada waktu dilahirkan. Menurut teori ini sewaktu individu dilahirkan telah membawa sifat-sifat tertentu, dan sifat-sifat inilah yang akan menentukan keadaan individu yang bersangkutan, sedangkan faktor lain yaitu lingkungan, termasuk di dalamnya pendidikan dapat dikatakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan individu itu. Teori ini dikemukakan oleh Schopenhouer (Bigot, dkk., 1950),

Teori ini menimbulkan pandangan bahwa seakan-akan manusia telah ditentukan oleh sifat-sifat sebelumnya, yang tidak dapat diubah, sehingga individu akan sangat tergantung kepada sifat-sifat yang diturunkan oleh orang tuanya. Apabila orang tuanya baik seseorang akan menjadi baik, sebaliknya apabila orang tuanya jahat seseorang akan menjadi jahat. Sifat baik atau jahat itu tidak dapat diubah oleh kekuatan-kekuatan lain. Teori ini menimbulkan konsekuensi pandangan bahwa manusia apabila dilahirkan baik akan tetap baik, sebaliknya apabila manusia dilahirkan jahat akan tetap menjadi jahat, yang tidak dapat diubah oleh pendidikan dan lingkungan.

Karena itu teori ini dalam pendidikan menimbulkan pandangan pesimistis, yang memandang pendidikan sebagai suatu usaha yang tidak berdaya menghadapi perkembangan manusia. Teori ini lebih jauh dapat menimbulkan suatu pendapat bahwa untuk menciptakan masyarakat yang baik, langkah yang dapat diambil ialah mengadakan seleksi terhadap anggota masyarakat. Anggota masyarakat yang tidak baik tidak diberi kesempatan untuk berkembang, karena ini akan memberikan keturunan yang tidak baik pula. Tetapi ternyata teori ini tidak dapat diterima oleh ahli-ahli kain, ini terbukti dengan adanya teori-teori lain yang di antaranya seperti yang dikemukakan oleh William Stern.

Teori Empirisme

Teori ini menyatakan bahwa perkembangan seseorang individu akan ditentukan oleh empirinya atau pengalaman-pengalamannya yang diperoleh selama perkembangan individu itu. Dalam pengertian pengalaman termasuk juga pendidikan yang diterima oleh individu yang bersangkutan. Menurut teori ini individu yang dilahirkan itu sebagai kertas atau meja yang putih bersih yang belum ada tulisan-tulisanya. Akan menjadi apakah individu itu kemudian, tergantung kepada apa yang akan dituliskan di atasnya. Karena itu peranan para pendidik dalam hal ini sangat besar, pendidiklah yang akan menentukan keadaan individu itu dikemudian hari. Karena itu aliran atau teori ini dalam lapangan pendidikan menimbulkan pandangan yang optimistis yang memandang bahwa pendidikan merupakan usaha yang cukup mampu untuk membentuk pribadi individu. Teori empirisme ini dikemukakan oleh John Locke, juga sering dikenal dengan teori tabularasa, yang memandang keturunan atau pembawaan tidak mempunyai peranan.
Manusia dan Perkembangannya, Perspektif Psikologi


Apabila dilihat kedua teori tersebut di atas merupakan teori-teori yang saling bertentangan satu dengan yang lain. Teori nativisme sangat menitikberatkan pada segi keturunan atau pembawaan, sebaliknya teori empirisme sangat menitikberatkan pada empiri, pada lingkungan, kedua- duanya merupakan teori yang sangat menyebelah. Berhubung dengan hal tersebut adanya usaha untuk menggabungkan kedua teori ini yaitu merupakan teori konvergensi.

Teori Konvergensi 

Teori ini merupakan teori gabungan (konvergensi) dari kedua teori tersebut di atas, yaitu suatu teori yang dikemukakan oleh William Stern baik pembawaan maupun pengalaman atau lingkungan mempunyai peranan yang penting di dalam perkembangan individu. Perkembangan individu akan ditentukan baik oleh faktor yang dibawa sejak lahir (faktor endogen) maupun faktor lingkungan (termasuk pengalaman dan pendidikan) yang merupakan faktor eksogen. Penelitian dari W. Stern memberikan bukti tentang kebenaran dari teorinya. W. Stern mengadakan penelitian dengan anak-anak kembar di Hamburg. 

Dilihat dari segi faktor endogen atau faktor genetik anak yang kembar mempunyai sifat-sifat keturunan yang dapat dikatakan sama. Anak-anak tersebut dipisahkan dari pasangannya dan ditempatkan pada pengaruh lingkungan yang berbeda satu dengan yang lain. Pemisahan itu segera dilaksanakan setelah kelahiran. Ternyata akhirnya anak-anak itu mempunyai sifat-sifat yang berbeda satu dengan yang lain, sekalipun secara keturunan mereka dapat dikatakan relatif mempunyai kesamaan. Perbedaan sifat yang ada pada anak itu disebabkan karena pengaruh lingkungan di mana anak tersebut berada. Dengan keadaan ini dapat dinyatakan bahwa faktor pembawaan tidak menentukan secara mutlak, pembawaan bukan satu- satunya faktor yang menentukan pribadi atau struktur kejiwaan seseorang. 

Di Indonesia teori kovergensi inilah yang kiranya dapat diterima, seperti yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara:

Tentang hubungan antara dasar dan keadaan ini menurut ilmu pendidikan ditetapkan adanya 'konvergensi yang berarti bahwa kedua-duanya saling mempengaruhi, hingga garis dasar keadaan itu selalu tarik menarik dan akhirnya menjadi satu. Mengenai perlu tidaknya tuntunan di dalam tumbuhnya manusia, samalah keadaannya dengan soal perlu atau tidaknya pemeliharaan dalam tumbuhnya tanam-tanaman. Misalnya, kalau sebutir jagung yang baik dasarnya jatuh pada tanah baik, banyak airnya dan dapat sinar matahari, maka pemeliharaan dari bapak tani tentu akan menambah baiknya tanaman. Kalau tak ada pemeliharaan, sedangkan tanahnya tidak baik, atau tempat jatuhnya biji jagung itu tidak mendapat sinar matahari atau kekurangan air, maka biji jagung itu walaupun dasarnya baik, tak akan dapat tumbuh baik karena pengaruh keadaan. Sebaliknya kalau sebutir jagung tidak baik dasarnya, akan tetapi ditanam dengan pemeliharaan yang sebaik-baiknya oleh bapak tani, maka biji itu akan dapat tumbuh lebih baik daripada biji lain- lainnya juga tidak baik dasarnya (Ki Hadjar Dewantara, 1962:22).

Sumber:
Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI
Posting Komentar

Posting Komentar