wYDCW47if6cKleiypRwqUq9HZh2kI0aAhad9DlQd
Bookmark

Moralitas Metode Pengajaran Gamelan Sebagai Implikasi Pendidikan Karakter

belajar gamelan


Oleh: Euis Karmila
sangitaharmoni.com- Berbicara tentang metode sama artinya berbicara tentang tahapan, strategi, teknik, cara, pisau bedah dan lain sebagainya. Dalam belajar gamelan sering kali dijumpai cara-cara belajar atau setiap pengajar memiliki style yang berbeda-beda. Misalnya pengajar yang mengajari dengan pola asuh menyampaikan dengan nada yang keras, lembut atau tenang bahkan kasar. Semuanya tujuannya pada hakikatnya sama, ingin orang yang diajari bisa. Tetapi permasalahannya disini adalah tidak semua dalam kategori anak didik bisa menerima atau mencerna pola pembelajaran tersebut sehingga terkesan telmi (telat mikir). 

Studi kasus  yang saya lihat adalah di ISBI Bandung, prodi Seni Karawitan.  Pola pengajaran sama dan disamaratakan. Ini bukan berarti salah, yang keliru adalah  ketika sesama mahasiswa tidak memberikan apresiasi kepada temannya ketika ilmunya sudah menguasai tetapi tidak mau mengajarkannya kepada sesama. Terkadang beberapa, tidak semua yang senang melihat penderitaan orang lain. Mereka ada sisi melihat penderitaan orang baru senang setelah itu baru mengajari itupun karena adanya perintah. Budaya mengolok-olok yang ditempatkan pada posisi yang salah, menyebabkan mental seseorang yang belajar menjadi down. Mungkin ada yang merespon dengan tertawa, tetapi apakah hatinya tertawa juga?
Kadang menyenggol dengan perkataan; 

Jadi seniman mah ulah delitan, kudu kuat mental, jeung loba persaingan pasti loba nu niat ngajatuhkeun.
Artinya:
Jadi seniman itu jangan gampang tersinggung,  harus kuat mental, dan banyak persaingan pasti banyak orang yang berniat menjatuhkan. 

Berdasarkan statment tersebut, memang seniman dipaksa untuk berjuang melawan egonya sendiri, bukan cuman harus mandiri, tetapi menyadari bahwa hidup memang pahit jadi harus dijalani. Adanya pembuktian-pembuktian lalu menyebabkan keirian, hanya berlandaskan saya ingin seperti orang itu yang bisa segala alat musik, tetapi jika tidak didasari dengan usaha, mau modal, bukan hanya ada barangnya tetapi waktu, tenaga dan pikiran yang dicurahkan itu tidak akan berhasil (moal kacumponan). Ibarat dalam transaksi ada uang, ada barang, ada harga ada kualitas.  Socrates mengatakan bahwa, hidup yang tidak teruji adalah hidup yang tidak layak dijalani. Jadi ketika ada ujian jalani saja.

Tetapi ketika ada yang tidak bisa menangkap materi dengan baik, hal yang terjadi adalah mahasiswa menjadi malu, merasa bodoh dan dipertontonkan. Padahal jika melihat dari background pendidikan sebelumnya, tidak semuanya yang masuk ke ISBI Bandung jurusan Seni Karawitan adalah lulusan SMKI atau lebih tepatnya sekolah seni tingkat SMA. Karena kembali lagi di SMA pun, tidak semuanya memiliki fasilitas alat kesenian seperti gamelan. Lantas pertanyaannya adalah lalu kenapa  bisa diterima di ISBI padahal tidak bisa apa-apa?

Jawabannya adalah tidak semua orang ahli disemua bidang, misalnya dia keterima masuk karawitan karena skillnya dinyanyi bagus, atau permainan sulingnya bagus. Ini diperuntukan bagi yang non lulusan sekolah seni.  Karena untuk  yang sudah punya basic di sekolah seni sudah pasti keterima masuk, karena portopolio mereka jelas dari sekolah lulusan seni. Beberapa faktor lainnya bisa jadi skill memang tidak seberapa tetapi kemampuan belajar yang besar dan kesempatan yang diberikan penguji kepada calon mahasiswa. Karena pada hakikatnya perguruan tinggi membutuhkan mahasiswa. Tanpa mahasiswa sekolah bukan apa-apa, tidak ada sekolah tanpa murid, hanya bangunan kosong yang tidak ada artinya. Jika sekolah seni membatasi itu, bagaimana nasib seni kedepannya, sedangkan orang beranjak usia, kekuatannya melemah, ahli-ahli berkurang peran generasi selanjutnya diperlukan untuk menunjang eksistensi seni. 

Sehingga ada beberapa faktor kenapa mahasiswa itu tidak bisa:

1. lihat background, mungkin orang tersebut bukan dari lulusan sekolah seni; dengan kata lain SMA yang tidak difasilitasi belajar gamelan. 
2. psikologi orang tersebut; artinya bisa jadi orang tersebut yang tidak mampu menangkap materi secara cepat alias harus pelan-pelan; atau bisa juga harus dikerasi baru paham atau ingat, bisa juga dikatakan membutuhkan proses yang lebih lama untuk paham, karena kapasitas setiap orang menerima berbeda-beda.
3. metode atau strategi pengajar yang tidak efektif; tidak efektif disini bisa multitafsir, bisa saja pengajar yang salah dalam artian berorientasi ke hasil bukan ke proses. Tetapi pengajar yang baik selalu melihat dirinya (bahwa segala sesuatu itu tidak ada yang instan).  Sehingga ketika ada anak didik yang tidak bisa, jangan selalu menyalahkan mahasiswa, tetapi dosen pengajar juga harus melihat apakah ada yang salah dengan penyampaiannya, itu dilakukan ketika tidak ada satupun mahasiswa yang paham tentang materi yang diajarkan.


Menurut Pardiman (2022) seorang seniman Yogyakarta, beliau mengatakan bahwa ketika ia Niteni (mengamati/menelti)  aktivitas berkarawitan selama ini salah satunya gamelan bisa meredam memori-memori tidak baik yang berlangsung pada perilaku anak. Oleh karena itu Pardiman sering mengatakan bahwa, ketika belajar dibentak, kasar, nyamankah kamu saat ada yang membentakmu? Baik pengajar ataupun anak tidak ada yang nyaman dalam situasi membentak dan dibentak.

Dapat disimpulkan bahwa disinilah fungsi gamelan sebagai pendidikan karakter, dimana didalam belajar gamelan bukan hanya untuk capaian diri sendiri, tetapi saling meredam ego, melatih kesabaran, kefokusan (konsentrasi), gotong royong, solidaritas, ketika ada yang salah pasti terlihat. Oleh karena itu saling bekerja sama agar terjadi sinkronisasi yang harmoni, sehingga tidak memunculkan pertikaian atau mudah tersulut emosi karena faktor tidak saling memahami, merangkul dalam masyarakat Sunda terkenal dengan falsafah silih asah, silih asih, silih asuh. Begitupun pada aplikasinya dipanggung yaitu silih simbutan artinya saling menutupi kesalahan.
2 komentar

2 komentar

  • galgaldor
    galgaldor
    30 Maret 2024 pukul 15.41
    Tidak sedikit mahasiswa yang dari non-seni mengundurkan diri karena tuntutan yang diluar kapasitas kemampuannya untuk secara cepat menguasai gamelan. Dalam proses latihan juga terbatas oleh ruangan ditambah pembagian shift yang diperebutkan oleh tiap-tiap kelas dari setiap angkatan. Seleksi alam terus berlanjut sampai semester 4. Kalo semester 5 ke atas nanggung kalo mau ngundurin diri hehe
    • galgaldor
      Euis Karmila
      31 Maret 2024 pukul 07.24
      wahh... terimakasih sudah mampir .... iyaa seleksi alam terus berjalan...banyak yang ga ngundurin diri, cuman di ulur aja waktunya jadi nambah waktu belajarnya, melebihi dari batas yang ditentukan
    Reply