Oleh: Euis Karmila
sangitaharmoni.com - Lakon merupakan aspek terpenting dalam sebuah pertunjukan wayang. Kekuatan daya tafsir dan laku dramatik yang disajikan dalam menentukan kualitas dari kemampuan (skill) dalang itu sendiri. Keberadaan lakon dalam teater tradisional dipandang sebagai roh dalam sebuah pertunjukan. Relevansinya lakon tersebut sebagai arah dan pijakan dalam sebuah pertunjukan agar tidak kehilangan visi dan misinya. Selain itu relevansi lakon juga agar tersusun secara lebih terstruktur atau sistematis oleh penulis atau penyusun lakon melalui adegan peradegannya. Lakon dibagi menjadi tiga macam yaitu; lakon galur, lakon sempalan dan lakon carangan.
Lakon Galur
Lakon galur (cerita babon) adalah lakon yang merujuk secara utuh pada puseur carita (pusat cerita) yang memiliki ugeran atau aturan-aturan baku (pakem-pakem) dalam bentuk konvensi tradisi yang bersifat umum. Dalam tradisi wayang kulit dikenal dengan istilah lakon dapur, lakon lajer atau lakon galur. salah satu ciri kekuatannya terdapat dalam silsilah keturunan tokoh wayang yang terstruktur sesuai garis keturunan raja-raja pewayangan. Dalam istilah pedalangan Sunda disebut panca kaki wayang. Bentuk lakon galur yang telah mempunyai konvensi dan pakem yang baku, ketika diubah dengan berbagai tafsir perwujudannya maka sudah tidak lagi disebut galur atau babon pokok melainkan bentuk lakon pengembangan. kebakuan dalam lakon galur biasanya tidak sembarang dalang mampu menyajikannya, kecuali dalang kesepuhan atau dalang yang dianggap mampu dan representatif menyajikanya.
Contoh galur yang sering digunakan pada umumnya dalang wayang golek, antara lain: rahwana lahir, rahwana gugur, kumbakarna gugur, rama tambak, anoman duta (ramayana), pandu lahir, pandu rarabi, kresna duta, saembara drupadi, baratayudha (mahabarata), Arjuna Sastrabahu, Somantri Ngenger, Sokasrana Lena (Bababd Lokapala).
Lakon Sempalan
Lakon Sempalan berasal dari kata sempal (Sunda) artinya memotong atau menggambil sebagian. Sempalan merupakan potongan yang diambil daribagian-bagian tertentu, kemudian diolah kembali menjadi sesuatu yang baru. Dengan kata lain terjadi pengembangan atau direkayasa, tetapi masih memiliki keterkaitan (benang merah) dengan lakon galur. Lakon-lakon jenis sempalan memang lebih longgar (tidak banyak tuntutan) dan kontekstual menyesuaikan dengan perkembangan zaman (kekinian).
Contoh jenis lakon yang berkembang di masyarakat antara lain: Jabang Tutuka, Rebutan Konta, Panca Braja, Rama Gandrung, Cupumanik Astagina, Babad Alas Amer, Bandung Bandawasa Nitis, Pandawa Dadu, dan lain-lain.
Lakon Carangan
Lakon carangan berasal dari kata ''carang'' yan artinya renggang. Dalam wayang kata ini mengandung maksud merenggang atau menjauh dari yang aslinya. Bahkan lepas dari babon cerita galur. Lakon carangan lahir sebagai kreativitas dalang, dengan membangun ruang pemaknaan baru atau menafsir ulang lakon galur sebagai sumber ide atau inspirasinya. Peluang dari kebebasan tafsir tersebut bagi dalang menjadi sangat leluasa untuk mengimplemantasikan ke dalam pertunjukan wayang.
(Baca juga artikel: https://www.sangitaharmoni.com/2023/10/wayang-golek-aspek-aspek-yang-harus.html)
Posting Komentar