wYDCW47if6cKleiypRwqUq9HZh2kI0aAhad9DlQd
Bookmark

S2 (Magister): Beberapa Alasan Mengapa Orang Melanjutkan Pendidikan Yang Lebih Tinggi

alasan mengapa melanjutkan pendidikan


Oleh: Euis Karmila 

sangitaharmoni.com- Berbicara mengenai keberlanjutan jenjang pendidikan, banyak diantaranya yang sering dikaitkan dengan persoalan karir.  Menyandang gelar Sarjana, Magister, Doktoral, Profesor atau Insinyur, memiliki resiko atau konsekuensi yang berbeda-beda sesuai dengan tingkatannya.  Misalnya ada  orang yang mempertanyakan Mengapa harus melanjutkan S2 (Magister)? Apa impact-nya, untuk apa semua itu?

Jadi, ada beberapa alasan orang-orang ketika memutuskan untuk melanjutkan jenjang pendidikan seperti S2, diantaranya:

1. sekedar ingin mendapatkan formalitas gelar, termasuk didalamnya ingin pengakuan status sosial di masyarakat agar terpandang lebih baik

2. mengisi waktu luang, karena belum mendapatkan pekerjaan  dan bingung ingin kerja apa

3. ambisius mencari ilmu, pengalaman

4. sebagai pengalihan dari kesibukan atau tempat pelarian kesibukan baru

5. sekedar mencari teman, relasi, bahkan pasangan

6. mencari validasi, popularitas, atau eksistensi

7. ikut-ikutan teman

8. tekanan orang tua, kerabat atau lingkungan 

9. mengejar PNS agar mendapatkan golongan yang lebih tinggi

10. ingin mendapatkan jenjang karir (pekerjaan atau jabatan) yang lebih baik

Pada hakikatnya sukses bisa ditempuh dengan  jalan yang berbeda-beda. Pendidikan adalah modal utama untuk mengembangkan atau menggali kualitas yang ada dalam diri seseorang. Tetapi berpendidikan tinggi bukan sebuah indikator bahwa orang tersebut mahir dalam bidangnya. Apalah arti sebuah gelar, terkadang yang berpendidikan tinggi tidak semuanya mempunyai kualitas yang baik dalam memainkan logika berpikir, beranalogi, mengajar, diskusi, bahkan beretika. Jika ditanya kenapa harus S2, semua kembali pada diri setiap individu, memutuskan untuk melanjutkan dengan berbagai resiko bukan hanya mengubah cara berpikir tetapi juga mengubah pola hidup. Entah ke arah lebih baik bahkan lebih buruk semua tergantung masing-masing individu.

Pengalaman adalah guru yang paling berharga. Tetapi belajar dari pengalaman orang lain jauh lebih berharga. Pengalaman berpikir, bernalar, berlogika seseorang berbeda-beda. Berikut jam terbangnya juga berbeda-beda porsinya. Ada yang cepat, sedang bahkan lambat. Karena kapasitas dan seseorang menempuhnya juga berbeda-beda. 

Orang-orang yang berkesempatan melanjutkan S2 terkadang tidak semuanya pintar. Mereka yang punya uang, punya kuasa (seperti skripsi, tesis, disertasi semuanya bisa dijoki). Untuk beberapa pihak, gelar digunakan sebagai ajang pamer. Sementara mereka yang tidak memiliki biaya, selain mengandalkan dari pengajuan beasiswa, juga bekerja sampingan untuk mendapatkan pehasilan untuk kebutuhan sehari-hari dan kuliah. Berbagai alasan dibalik melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi seperti yang telah disebutkan diatas, tidak ada yang salah dengan semua itu. Permasalahan disini adalah konsekuensi yang harus ditanggung, seperti beban moral di masyarakat tentang gelar yang diperoleh. 

Terkadang bahkan kebanyakan ketika seseorang misalkan mengambil jurusan seni, namun ketika dimasyarakat mengajar bukan menjadi tenaga kerja seni atau bukan sebagai guru seni. Bukan hanya itu, orang yang telah menempuh pendidikan S2 nya sekalipun terkadang masih menganggur, wiraswasta, atau bahkan bekerja tidak sesuai dengan jurusan bahkan tidak menjadi tenaga pengajar dan banyak yang menjadi content creator. Bahkan ada yang hanya jadi seniman setelah lulus. Setidaknya apapun pilihannya, pilihan yang baik apapun pekerjaannya adalah tidak menganggur. Mungkin ketika hal tersebut terjadi, pertanyaan yang sering diajukan adalah Lantas kenapa kuliah memilih jurusan itu pada akhirnya tidak kerja tidak sesuai jurusan yang diambil?

Pada dasarnya, manusia hanya berencana ketika semuanya tidak sesuai dengan yang diharapkan bahkan terjadi kendala, bukankah untuk bertahan hidup manusia sebagai hewan berpikir merencanakan plan B, plan C, plan D, dst. Faktor yang mengakibatkan hal tersebut terjadi beberapa diantaranya adalah pemerintah yang kurang tegas dalam memfilter mana yang seharusnya cocok menjadi tenaga pengajar sesuai jurusan, mana yang tidak. Sehingga banyak diantaranya guru-guru yang tidak paham  mengajar karena tidak sesuai dengan jurusan, sehingga mendadak lintas jurusan. Kemungkinan tidak optimal itu pasti, karena tidak sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Faktor terdesak kebutuhan ekonomi yang menyebabkan seseorang harus bekerja apapun resikonya sekalipun harus mempelajari hal baru. Tidak ada yang salah dengan mempelajari hal baru, yang salah adalah ketika guru tersebut hanya memakan gaji buta, dan tidak kritis terhadap apa yang dipelajari dan diajarkan kepada murid-muridnya. 

Mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keinginan adalah impian setiap orang. Seperti dalam hal ini, ketika kita bekerja sesuai dengan keahlian adalah untuk meminimalisir terjadi kesalahan dan proses mengoptimalisasi potensi yang ada  di dalam diri. Pekerjaan yang bagus dan hasil yang memuaskan bergantung pada usaha dan kemampuan masing-masing individu.

Perihal  dalam Seni, untuk apa manfaat gelar seni ada beberapa  yang memanfaatkan gelar tersebut untuk kepentingan:

1. untuk mendapatkan posisi pekerjaan yang lebih tinggi (seperti; melamar pekerjaan di kementrian dan kebudayaan  untuk mengembangkan potensi seni dan budaya agar regenerasi tetap ada). 

2. menjadi dosen  (tidak dipungkiri bahwa kebanyakan untuk menjadi dosen adalah memiliki gelar minimal S2 / S3)

3. menjadi budayawan  (tentunya ini membutuhkan pengalaman yang banyak, dengan aktif berorganisasi dan bersosialisasi dengan masyarakat)

4. pemikir seni atau kritikus seni (termsuk didalamnya sebagai penulis)

Begitulah kira-kira beberapa alasan mengapa orang melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Pada hakikatnya, apapun profesi yang diambil adalah tanggung jawab diri sendiri, ketika seni untuk hidup dan hidup untuk seni itu saja sudah berbeda artinya. Keputusan  melanjutkan pendidikan atau tidak adalah kebijakan setiap orang. Yang melanjutkan pendidikan belum tentu pintar, dan yang tidak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi bukan berarti bodoh. Ilmu harus dipelajari dan memperolehnya dilakukan dengan belajar. Dengan perkembangan digital saat ini, kemudahan memperoleh informasi sepertinya tidak ada alasan untuk tidak menggali informasi terutama media sosial yang gencar menyebarkan berita hoax dengan clickbait yang membuat orang bisa bebas dan salah menafsirkan.


*Untuk saran tulisan, tema, topik terbaik silahkan tinggalkan di kolom komentar, Terimakasih telah meluangkan waktu untuk membaca*

Posting Komentar

Posting Komentar